'Dugaan' Mensos Korupsi Bansos, KPK Dalami Kemungkinan Ancaman Hukuman Mati

| 07 Dec 2020 10:15
'Dugaan' Mensos Korupsi Bansos, KPK Dalami Kemungkinan Ancaman Hukuman Mati
Ilustrasi KPK (Dok. Antara)

ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Sosial Juliari Piter Batubara sebagai koruptor atas kasus pidana korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek bersama dengan empat orang lainnya. Hal ini tindak lanjut atas operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah pada Jumat (5/12/2020) dini hari.

Korupsi yang dilakukan Juliari ini mendapat respon beragam, khususnya terkait dengan hukuman yang tercantum dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang menyebut koruptor bisa dikenakan pidana mati. Menanggapi hal itu, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan akan mendalami kasus korupsi yang dilakukan Juliari dengen beleid yang tercantum dalam Pasal 2 UU Tipikor tahun 1999.

"Kita akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 itu bisa kita buktikan," ujar Firli kepada wartawan di Gedung KPK, Minggu (6/12/2020).

Firli menjelaskan dalam Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor Tahun 1999 disebutkan tindakan melawan hukum dengan sengaja untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Dalam kaitan dengan Juliari, menurut Firli, KPK perlu melihat lagi kasus tersebut terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Dalam hal ini artinya adalah paket sembako bansos untuk masyarakat selama pandemi COVID-19.

"Itu kita dalami tentang proses pengadaannya," ucap Firli.

Namun, kata Firli, perlu diingat bahwa proses yang tengah dijalani lembaga baru sebatas tindak pidana korupsi dugaan suap. "Ini adalah salah satu klaster dari tindak pidana korupsi yaitu penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau untuk menggerakkan seseorang agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu, itu yang kita gelar hari ini," katanya.

Seperti diketahui, Juliari selaku Mensos menerima fee sebesar Rp10.000 per paket sembako bansos senilai Rp300 ribu. Besaran fee tersebut disepakati oleh Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono selaku pejabat pembuat komitmen atau PPK di Kemensos terhadap sejumlah vendor untuk program tersebut salah satunya ialah PT Rajawali Parama Indoensia yang diduga milik Matheus.

Dari fee tersebut, di periode pertama Juliari mendapat uang sebesar Rp8,2 miliar. Kemudian periode kedua sebesar Rp8,8 miliar yang berasal dari kumpulan fee sepanjang bulan Oktober hingga Desember 2020. Total Juliari mendapat keuntungan dari aksinya itu kurang lebih Rp17 miliar.

Berdasarkan hal tesebut, KPK Menetapkan Juliari Batubara, Matheus Joko Santoso, dan Adi Wahyono sebagai penerima. Sedangkan Ardian IM dan Harry Sidabuke sebagai pihak swata atau vendor Kemensos sebagai pemberi.

"Diduga (uang) digunakan untuk keperluan JPB (Juliari Piter Batubara)," ujar Firli dalam konferensi pers penetapan tersangka di KPK, Minggu (6/12/2020).

Atas penetapan tersebut, KPK menjerat Juliari dan dua pejabat eselon III Kemensos dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan kepada tersangka pemberi Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rekomendasi