Indonesia Butuh 80 Ribu Tracer, TNI-Polri Dilibatkan untuk Tracing Kasus COVID-19

| 11 Feb 2021 16:25
Indonesia Butuh 80 Ribu Tracer, TNI-Polri Dilibatkan untuk Tracing Kasus COVID-19
Budi Gunadi Sadikin (Dok. Antara)

ERA.id - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengibaratkan penanganan pandemi COVID-19 seperti perang yang memerlukan strategi pertahanan. Sedangkan untuk strategi persenjataan, Kementerian Kesehatan memperkuatnya dengan melibatkan TNI dan Polri. Hal itu disampaikan saat menghadiri apel kesiapan tim tracer dan vaksinator Polri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (11/2/2021).

"Perang dengan pandemi ini sudah membunuh lebih dari dua juta manusia dan kami menyadari membutuhkan sistem pertahanan yang berbeda dan persenjataan yang berbeda untuk melawan musuh yang sudah membunuh jutaan manusia ini," ujar Budi.

"Dan sistem persenjataan ini merupakan kombinasi dari Kapolri, Polri, TNI dan juga dari Kementerian Kesehatan bersama-sama," imbuhnya.

Budi mengatakan, target dalam perang melawan pandemi COVID-19 hanya satu, yaitu mengurangi laju penularan. Untuk memenuhi target tersebut, ada dua strategi yang bisa dilakukan bersama dengan TNI dan Polri.

Strategi pertama, surveilans atau intel. Maksudnya, bagaimana cara mengetahui dimana dan kemana musuh bergerak. Budi mengatakan, jika biasanya TNI/Polri menggunakan teknik interogasi, untuk melawan pandemi maka diperlukan testing dan tracing atau pelacakan kontak erat dari pasien COVID-19.

"Ada strategi surveillance atau bahasa militernya intel, gimana kita bisa tahu musuhnya ada dimana dan mereka bergerak dimana saja, dulu dilacaknya pakai teknik interogasi sekarang pakai teknik testing dan tracing," kata Budi.

Budi menjelaskan, pemerintah setidaknya membutuhkan 80 ribu tracer untuk melakukan tracing atau pelacakan secara masif. Dengan rincian 30 ribu tracer per 100 ribu penduduk sesuai dengan standar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, hingga saat ini jumlah tracer yang dimiliki hanya sekitar 5.000 orang.

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan merasa perlu melibatkan TNI/Polri yang memiliki sumber daya yang mumpuni untuk membantu melakukan tracing di seluruh desa di Indonesia.

"Kira-kira dibutuhkan 80 ribu tracer di seluruh desa, kita tidak punya aparat seperti itu, yang punya hanya polri dan TNI. Oleh karena itu kita harus bekerja sama dengan polri dan TNI untuk melakukan fungsi surveillance, strategi surveillance atau strategi intelegensi ini untuk mengidentifikasi musuhnya dimana, dengan melibatkan minimal 80 ribu tracer atau intel," papar Budi.

"Itu sebabnya kita dibantu, cuma intelnya bukan intel cari musuh manusia, intelnya cari musuh virus (COVID-19)," imbuhnya.

Kemudian strategi kedua, kata Budi, adalah membunuh musuh. Tapi, dalam situasi pandemi, maka musuh yang harus dibunuh adalah virus dalam tubuh manusia dengan menggunakan vaksin. Seperti diketahui, pemerintah menargetkan penyuntikan vaksin COVID-19 kepada 181 juta penduduk.

Sedangkan Presiden Joko Widodo menargetkan program vaksinasi COVID-19 dalam kurun waktu satu tahun. Menurut Budi, hal ini tidak bisa jika hanya dikerjakan oleh Kementerian Kesehatan sendirian, karena itu pelibatan Polri dan TNI perlu untuk melakukan proses vaksinasi sehingga bisa selesai sesuai target.

"Kalau bapak Presiden (Jokowi) minta satu tahun selesai artinya satu hari mesti suntik satu juta, tidak mungkin kami kuat sendiri. Sekali lagi ini adalah perang dimana kita harus membunuh musuh, kita menggaet bapak-bapak dari Polri dan TNI. Cuma bunuhnya nggak pakai pistol tapi bunuhnya pakai jarum suntik," kata Budi.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan akan menggunakan strategi baru untuk penguatan program 3T (testing, tracing, treatment atau isolasi mandiri). Strategi ini berdasarkan masukan dari para epidemiolog.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, idealnya dilakukan tracing dan testing terhadap 15 sampai 30 kontak erat dari setiap kasus aktif dalam waktu 72 jam. Supaya bisa diidentifikasi siapa yang tertular dan bisa diambil langkah isolasi. Menurut Budi, ini merupakan strategi yang agresif untuk mengidentifikasi kasus positif, mengisolasi, dan melihat siapa yang tertular COVID-19.

"Strategi menangani pandemi diberikan seluruh epidemiolog konsisten cuma satu mengurangi laju penularan," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/2/2021).

Rekomendasi