ERA.id - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak jika DPR RI hanya merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), tanpa ikut merevisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera menilai, idealnya kedua perundang-undangan tersebut, yaitu UU Pemilu dan UU Pilkada direvisi menjadi satu UU. Seperti kesepakatan Komisi II DPR RI saat mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
"Sempurnanya revisi keduanya dalam satu buku UU Pemilu seperti yang sudah resmi diajukan Komisi II ke Baleg," ujar Mardani saat dihubungi, Rabu (24/2/2021).
Mardani mengingatkan, bahwa RUU Pemilu yang merevisi UU Pemilu dan Pilkada telah disepakati oleh seluruh Fraksi di DPR RI. Namun, saat pembahasan sudah sampai tahap harmonisasi di Baleg DPR RI, fraksi-fraksi pendukung pemerintah mendadak menolak dan menghentikan pembahasan.
Alasannya, kata Mardani, karena Presiden Joko Widodo menginginkan pelaksanaan Pilkada tetap mengikuti UU Nomor 10 Tahun 2016.
"Secara prosedural semua fraksi sepakat. Balik badan karena Pak Jokowi punya pendapat ikuti UU yang belum dilaksanakan Pasal 201 ayat 8 UU No 10 Tahun 2016.
Mardani menegaskan, PKS tetap konsisten mendorong diteruskannya pembahasan mengenai RUU Pemilu. Tujuannya, kata dia, untuk memperbaiki kualitas Pemilu di Indonesia, terutama mengenai pelaksanaan Pilkada di 2022, 2023, dan 2024.
"PKS konsisten revisi UU Pemilu yang mencakup Revisi UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkadan dan Revisi UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Tujuannya agar kita dapat memperbaiki kualitas pemilu pada 2022, 2023 dan 2024," tegasnya.
Sebelum, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI membuka peluang Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) kembali dibahas. Meskipun Komisi II DPR RI telah memutuskan tidak melanjutkan pembahasan RUU Pemilu.
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas menjelaskan, dalam rapat terakhir sebelum masa reses, telah dinyatakan RUU Pemilu ditarik. Tetapi tidak menutup juga jika revisi dilakukan hanya untuk UU Pemilu saja tanpa melibatkan UU Pilkada.
"Saya terakhir rapat sebelum reses dinyatakan akan ditarik. Tapi bisa saja dipisahkan antara pemilu kada dan uu pemilu," ujar Supratman dalam acara rilis sruvei LSI secara daring, Senin (22/2/2021).
PDI Perjuangan juga mengusulkan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Namun tetap menolak merevisi jadwal Pilkada.
"Untuk Pilkada tetap 2024. Sedangkan untuk revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 kita buka peluang untuk direvisi," kata Djarot dikutip dari kanal YouTube LSI pada Selasa (23/2/2021).
Djarot menilai, revisi UU Pemilu diperlukan untuk menyempurnakan agar Pemilu semakin berkualiatas. Menurutnya, ada sejumlah aturan yang harus dirubih karena dinilai rumit.