ERA.id - Investasi minuman keras (miras) kini dilegalkan Presiden Jokowi di beberapa tempat di Indonesia, yakni Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. Itu didukung dengan perizinan investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021.
Kebijakan ini lalu menuai pro dan kontra. Suara sumbang tentang kebijakan ini datang dari Persaudaraan Alumni (PA) 212. Ketua PA 212 Slamet Maarif mengatakan, Presiden Jokowi harus mencabut Perpres tersebut. Alasannya, mengancam generasi bangsa.
Bahkan Slamet mengancam akan berdemo bila Jokowi tak mencabut Perpres tersebut. “Jika pemerintah terus memaksakan untuk investasi dan melegalkan Miras di wilayah NKRI,” ujar Slamet.
“Serta DPR juga seirama dengan pemerintah, maka saya akan ajak umat Islam khususnya Alumni 212 untuk turun kembali ke jalan secara besar-besaran demi menyelamatkan anak bangsa serta NKRI,” sambung Slamet.
Sebelumnya, usai kebijakan investasi miras disuarakan ke publik, sejumlah Fraksi di DPR RI seperti PKS, PPP, dan PKS, kompak menolak Perpres tersebut. Alasannya pun beragam namun senada, yaitu miras lebih banyak membawa mudarat ketimbang manfaat.
Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyebut, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut harus direvisi. Dia mendesak agar aturan pemberian izin investasi miras dikeluarkan.
Senada, Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi juga menyinggung person negatif dari miras, khususnya bagi generasi muda mendatang. Dia memaparkan, berdasarkan data WHO tahun 2016 sudah ada tiga juta lebih odang di dunia meninggal akibat minuman beralkohol
Sementara Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menyinggung bahwa investasi terhadap industri miras tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila pertama dan kedua.