ERA.id - Sekjen DPP PPP M. Arwani Thomafi menyebutkan sejumlah rekomendasi dari hasil Rapat pimpinan nasional (Rapimnas) PPP yang dilaksanakan 12-13 Maret 2021. Terdapat lima rekomendasi dari sejumlah bidang mulai dari persoalan RUU Larangan Minuman Beralkohol sampai persoalan COVID-19.
"PPP mengapresiasi masuknya RUU Larangan Minuman Beralkohol dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2021. RUU Larangan Minuman Beralkohol merupakan RUU inisiastif Fraksi PPP DPR sejak tahun 2009 DPR periode lalu," katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (13/3/2021).
Ia menilai keberadaan UU larangan minuman beralkohol diharapkan dapat menciptakan ketertiban, mengurangi dampak buruk bagi kesehatan, sosial serta ancaman jiwa. Mengingat urgensi dan signifikansi UU tersebut, PPP mendorong DPR dan Pemerintah dapat mempercepat pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol ini.
"Kami mengharapkan RUU Larangan Minuman Beralkohol dapat disahkan pada tahun 2021 ini," katanya.
Selanjutnya, ia menyebutkan di bidang pendidikan, PPP berkomitmen untuk terus mengawal pendidikan nasional sesuai dengan amanat konstitusi yang berorientasi pada peningkatan keimanan, ketakwaan, serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 ayat (2) UUD 1945.
"Oleh karena itu, PPP mendorong Pemerintah untuk selalu konsisten menempatkan frasa agama dalam peta jalan pendidikan nasional 2020-2035. Agama dan Negara merupakan dua entitas yang saling mendukung satu dengan lainnya, yang tidak saling menegasikan. Hal ini sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945," katanya.
Kemudian, ia menyebutkan PPP mendorong Pemerintah untuk senantiasa konsisten dan teguh menerapkan 3 T (Tracing, Testing dan Treatment) dalam pencegahan penyebaran Covid-19 di Indonesia sesuai dengan standard Badan Kesehatan Dunia (WHO). Karena sejatinya, pandemi Covid-19 belum tuntas dan masih mengancam kita semua. Terlebih, keberadaan varian baru Covid-19 jenis B1117 yang terkonfirmasi telah menjangkiti beberapa warga Indonesia harus diantisipasi dengan sigap oleh pemerintah agar tidak menyebar masif kepada masyarakat.
"Program vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah harus didukung penuh sebagai bagian ikhtiar untuk menciptakan herd immunity di tengah masyarakat kita. Namun, fakta terdapat adanya penolakan dan keengganan sebagian masyarakat harus segera dicarikan jalan keluar. Sosialisasi lebih masif tentang keamanan dan kehalalan vaksin ini harus lebih ditingkatkan. Upaya ini semata-mata untuk merealisasikan target vaksin terhadap 181,5 juta penduduk Indonesia," katanya.
Keempat, menurutnya, pandemi Covid-19 telah melahirkan penataan ulang besar-besaran (great reset) di sejumlah sektor publik seperti ekonomi, sosial, lingkungan, teknologi termasuk geopolitik. Secara nyata, pandemi telah melahirkan krisis ekonomi yang memberi dampak konkret kepada kelompok masyarakat miskin, rentan miskin, dan pelaku UMKM.
"Belum lagi, belakangan ini kenaikan sejumlah komoditas bahan pokok juga semakin memberatkan masyarakat. PPP mendorong pemerintah untuk melakukan perbaikan program jaring pengaman sosial (social safe net) bagi masyarakat agar lebih berkualitas, transparan, akuntabel dan tidak melanggar hukum," katanya.
Ia menilai program jaring pengaman sosial harus difokuskan dalam rangka peningkatan daya beli masyarakat. Target pemerintah menghilangkan angka kemiskinan ekstrem (pendapatan kurang dari 1,9 US dolar/hari) dari saat ini berjumlah 9,91 juta jiwa (3,371 persen) menjadi mendekati 0 persen pada tahun 2024 harus dilakukan dengan langkah konkret, simultan dan komprehensif.
"Perbaikan harus dimulai dari hulu hingga hilir dengan meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat dengan melahirkan kebijakan yang pro publik. Seperti percepatan program reforma agraria, redistribusi aset untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi serta keberpihakan negara terhadap sektor UMKM harus lebih dipertajam dan ditingkatkan," katanya.
Terakhir, ia menegaskan PPP mendukung penuh upaya lembaga penegak hukum Polri, Kejaksaan dan KPK dalam pemberantasan korupsi. Menurunnya Indeks Persepsi Korupsi (corruption perception index) pada tahun 2020 dari 37 poin menjadi 40 poin atau berada di peringkat 102 dari 180 negara harus menjadi pemantik lembaga penegak hukum untuk meningkatkan kinerjanya dengan berkoordinasi dan berkolaborasi dalam penegakan dan pemberantasan korupsi.
"Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara simultan mulai dari aspek pencegahan hingga penindakan. Berbagai upaya penegakan hukum harus tetap dalam koridor negara hukum yakni dengan senantiasa memegang prinsip equality before the law," katanya.