ERA.id - Warganet ribut membandingkan pernikahan Aurel Hermansyah dan Atta Halilintar yang dihadiri Presiden Joko Widodo, dengan pernikahan putri mantan pentolan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shibab di Petamburan pada November 2020 lalu. Pemerintah dinilai tak adil dalam menerapkan peraturan kerumunan di tengah pandemi COVID-19.
Menanggpi hal tersebut, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Ade Irfan Pulungan menyebut pernikahan Aurel-Atta tidak bisa dibandingkan dengan kerumunan Rizieq Shihab di Petamburan.
"Saya pikir berbeda faktanya dengan apa yang dikomentari dengan para netizen. Faktanya pada saat di Petamburan itu kita ketahui terjadi kerumunan yang sangat luar biasa dan itu fakta. Terus yang diundang itu puluhan ribu," kata Irfan saat dihubungi, Senin (5/4/2021).
Sedangan pada pernikahan Aurel-Atta, kata Irfan, tamu undangan dibatasi dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Berbeda dengan acara pernikahan putri Rizieq yang sampai menimbulkan kerumunan hingga ribuan orang dan tanpa menaati protokol kesehatan
"Apakah sekelas Anang-Ashanti itu mengundang puluhan ribu bisa ngga? Bisa-bisa aja, tapi dia nggak lakukan. Dia mematuhi protokol kesehatan, mematuhi ketentuan yang berlaku di Peraturan Daerah dan Satgas COVID-19. Trus yang mana lagi yang harus kita permasalahan," kata Irfan.
Terkait dengan kehadiran Jokowi di akad nikah Aurel-Atta, menurut Irfan itu hanyalah bentuk penghargaan terhadap orang yang mengundang. Lagipula, kata Irfan, Jokowi juga tetap mematuhi protokol kesehatan. Misalnya seperti memakai masker, menjaga jarak, bahkan Jokowi juga tidak berlama-lama di tempat acara.
"Itu kan undangan. Itu kan bentuk silaturahmi bentuk penghargaan dari orang yang mengundang, nggak masalah," kata Irfan.
Lebih lanjut, Irfan menegaskan agar warganet harus melihat permasalahan ini secara jernih dan melihat fakta yang terjadi di lapangan. Dia menambahkan, pemerintah juga tidak lagi melarang adanya acara pernikahan selama mematuhi protokol kesehatan.
"Pemerintah dalam hal acara pernikahan atau acara apa pun yang mendatangkan orang harus tetap menerapkan prokes boleh. Bukan melarang, tapi membatasi. Jadi beda," kata Irfan.
"Nah, apakah peristiwa itu menerapkan prokes? Kalau menerapkan ya kita harus fair juga dong, jangan berlebihan menghakimi, nggak bisa," imbuhnya.