Belum Laporkan Dugaan Politik Uang Jelang PSU Pilgub Kalsel, Denny Indrayana Akui Terkendala Saksi

| 12 Apr 2021 20:10
Belum Laporkan Dugaan Politik Uang Jelang PSU Pilgub Kalsel, Denny Indrayana Akui Terkendala Saksi
Denny Indrayana (Gabriella/ ERA.id)

ERA.id - Calon Gubernur Kalimantan Selatan Denny Indrayana mengungkapkan adanya kecurangan jelang pemungutan suara ulang (PSU) Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Selatan. Hal itu disampaikan saat mendatangi kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jakarta, Senin (12/4/2021).

Kedatangan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tersebut untuk mengadu dan memberikan informasi soal sejumlah dugaan kecurangan dan maraknya politik uang dengan berbagai motif di daerah Pemungutan Suara Ulang Pilgub Kalimantan Selatan yang digelar pada 9 Juni 2021 nanti.

"Kita ada beberapa video, foto yang menunjukkan memang ada praktik-praktik politik uang. Nanti kita laporkan dulu lah baru kita sampaikan secara lebih jelasnya," kata Denny usai bertemu dengan komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo.

Denny menyebut sejumlah motif politik uang terjadi. Sayangnya, kata dia, Bawaslu Kalsel tidak terlihat berupaya untuk mencegah sehingga pihaknya memilih melaporkan ke Bawaslu RI.

"Seperti dibiarkan saja, seperti tahu sama tahu. Ini kan sangat merugikan bagi demokrasi kita, terutama kami yang ingin mengedepankan politik jujur dan adil," tambahnya.

Namun, kecurangan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini semakin serius. Diantaranya berupa Pembagian bakul berisi sembako, yang akan bersalin rupa menjadi THR, parsel, dan zakat fitrah/zakat mall. Juga ada modus memborong barang dagangan disertai pembagian uang kepada warga.

"Kami juga menemukan fakta pelibatan aparat pemerintahan, dari level kepala dinas sampai level kepala desa dan Ketua RT-RW yang digaji Rp2,5 juta, kemudian Kepala Desa digaji sebesar Rp5 juta per bulan untuk menggalang suara pemilih. Dan ini sangat sistematis dan masif sekali," jelasnya.

Denny juga menyebutkan bahwa ada modus berupa penempelan stiker bertanda khusus di rumah-rumah warga sebagai kamuflase pendataan pemilih yang ujungnya dipergunakan untuk data pembayaran politik uang.

"Jadi tiap rumah didata, dibayar Rp100 ribu untuk ditempeli stiker, kemudian nanti akan ada lagi pembagian berikutnya yang besarnya sekitar Rp500 ribu saat menjelang pemilihan," tegasnya.

Modus selanjutnya, kata dia lagi, adalah berupa salat hajat dan ibadah lainnya yang diikuti dengan pembagian uang. Namun, Denny belum melakukan pelaporan secara resmi ke Bawaslu. Denny baru akan melapor jika sudah banyak mengantongi bukti-bukti.

"Kenapa kami belum lapor, karena mencari saksi yang mau bicara itu tantangan tersendiri. Dan kami harus memenuhi, kalau itu masif, harus setengah wilayah. Di lapangan itu tidak mudah," ucapnya.

Rekomendasi