ERA.id - Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko mengajak semua pihak memberikan dukungan untuk peningkatan kompetensi dan profesionalisme bidan.
Moeldoko menyampaikan itu mengingat bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan paling banyak dan menjadi tulang punggung sistem kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu dan anak, termasuk untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
“Maka kita patut berikan dukungan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme para bidan. Sehingga, bidan bisa memberikan layanan yang paripurna bagi yang membutuhkan,” kata Moeldoko saat membuka webinar Hari Bidan Internasional dengan tema “Ikuti Datanya: Investasi untuk Bidan” secara daring di Jakarta, Selasa (25/4/2021).
Moeldoko menjelaskan, menurunkan angka kematian ibu dan bayi menjadi prioritas pembangunan nasional sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) 2020-2024.
Sementara tingkat kematian ibu dan bayi di Indonesia masih cukup tinggi, dimana jika mengacu data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2015, angka kematian ibu mencapai 305 per 100.000 penduduk dan angka kematian bayi pada 2017 sebesar 24 per 1.000 kelahiran hidup.
Untuk itu, di Hari Bidan Internasional ini, Moeldoko tidak lupa mengapresiasi peran penting para bidan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi di kondisi yang tidak mudah, bahkan harus sampai mempertaruhkan nyawanya.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP) Brian Sri Prahastuti pada kesempatan yang sama menekankan kolaborasi dan upaya bersama dibutuhkan dalam mengurangi kematian dan penyakit ibu dan bayi di Indonesia.
“Sehingga inilah waktunya bagi pemerintah dan sektor swasta, dengan dukungan kuat dari masyarakat sipil dan komunitas, untuk bekerja sama dalam meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru lahir,” ujar Brian.
Plt. Direktur Jendral Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari juga menilai peran bidan sangat besar dalam menekan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia.
Kirana meyakini, bidan bisa berkontribusi lebih besar lagi agar bisa menurunkan kematian ibu dan bayi hingga 5,5 persen per tahunnya.
“Karena bidan sangat memahami penyebab kematian ibu dan bayi. Namun perlu meningkatkan kerja sama dengan tenaga kesehatan lain sehingga punya kesempatan lebih besar berikan pelayanan dan informasi kepada masyarakat,” jelas Kirana.
Dia mengatakan dari jumlah 42.288 bidan yang melakukan praktik mandiri, baru 2.506 bidan yang telah menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Sementara itu Ketua Ikatan Bidan Indonesia Emi Nurjasmi menyoroti turunnya jumlah desa yang memiliki bidan. Menurut data Pusdatin Kemenkes 2019, saat ini hanya 45.875 desa atau 55 persen dari 83.931 desa di Indonesia yang memiliki bidan.
Padahal, kata Emi, penempatan bidan di desa-desa telah berlangsung sejak 1991 dan sempat berhasil menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Dia mendorong pemenuhan dukungan bagi bidan dalam berpraktik.
“Dalam kondisi pandemi, kebutuhan yang utama adalah bantuan alat pelindung diri. Hal ini sangat prinsip karena memberikan dukungan pada mereka agar dapat memberikan layanan yang aman bagi dirinya dan masyarakat yang dilayani,” terang Emi.
Adapun Kepala Perwakilan UNFPA Indonesia Anjali Sen berpendapat, untuk mencapai potensi penuh bidan dalam menyelamatkan nyawa, meningkatkan kesehatan, dan memperkuat sistem, bidan harus dididik dan dilatih dengan baik, dan diregulasi dengan layak.
Dalam hal ini, kata Anjali, Bidan membutuhkan lingkungan yang memungkinkan mereka untuk bekerja secara efektif, termasuk bekerja sebagai bagian dari tim yang suportif dan multi-disipliner, serta dengan sumber daya yang layak.
“Investasi untuk bidan harus fokus tidak hanya pada jumlah, tapi terutama pada pendidikan, pelatihan yang berkelanjutan, regulasi, dan lingkungan kerja,” tegasnya.