ERA.id - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra optimis bisa menyelamatkan perusahaan penerbangan pelat merah dari jurang kebangkrutan. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (21/6/2021).
"Masih sanggupkah kita menyelamatkan Garuda? Masih dan harus," kata Irfan.
Menurut Irfan, ada beberapa opsi yang bisa dilakukan pihaknya untuk menyelamatkan Garuda dari kebangkrutan. Salah satu opsi yang akan dipilih adalah restrukturisasi melalui PKPU atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Irfan mengatakan, pemilihan opsi restrukturisasi melalui PKPU menurutnya adalah opsi yang paling rasional. Menurut hitung-hitungan yang telah dilakukan oleh Garuda Indonesia, sampai saat ini opsi tersebut mendekati keyakinan untuk dieksekusi.
"Kalau kita eksekusi ini dengan baik kita akan bisa memperoleh hasil negosiasi dengan para kreditur-kreditur yang ada hari ini sampai Rp70 triliun, termasuk di dalamnya kreditur BUMN yang tentu saja buat mereka tidak mudah proposal apa pun," katanya.
Irfan menjelaskan, apabila opsi restrukturisasi melalui PKPU dipilih, maka dalam waktu 270 hari harus ada kesepakatan antara debitur dan kreditur mengenai restrukturisasi utang.
"Ketika tidak ada kesepakatan antara debitur dengan kreditur maka otomatis terpailit kan. Ada risiko selalu untuk bisa jadi pailit ketika masuk ke PKPU," kata dia.
Untuk masuk ke tahapan PKPU, Irfan menyebut bahwa harus ada keyakinan dan kepastian mengenai negosiasi terhadap persoalan utang-piutang yang dimiliki Garuda Indonesia.
"Untuk masuk ke tahapan PKPU haruslah ada keyakinan dan kepastian mengenai negosiasi terhadap utang piutang ini. Oleh sebab itu ada dua hal yang nanti kami butuh dukungan," kata Irfan.
Pertama, kata Irfan, Garuda Indonesia harus mempunyai plan atau rencana yang solid, karena kalau restrukturisasi selesai disepakati oleh para kreditur maka Garuda harus meyakinkan kreditur bahwa ketika kreditur telah mengorbankan tagihannya maka Garuda akan berkelanjutan untuk waktu yang panjang.
Kedua, Garuda Indonesia harus memiliki proposal kepada para kreditur, dimana salah satu poinnya berakitan dengan debt to equity. Hal ini bisa menjadi sebuah penawaran tapi harus menunggu persetujuan pemegang saham karena saham yang dimiliki pemegang saham pasti akan terdelusi begitu adanya debt to equity.
"Kami terus menerus memastikan bahwa ini berlangsung," pungkasnya.