Dukung Penggunaan Obat Ivermectin, Moeldoko: Kita Telah Masuk Situasi Kritis

| 28 Jun 2021 21:05
Dukung Penggunaan Obat Ivermectin, Moeldoko: Kita Telah Masuk Situasi Kritis
Moeldoko (Foto: Antara)

ERA.id - Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko mendukung penggunaan obat Ivermectin sebagai obat pencegahan, bahkan juga diklaim bisa menyembuhkan pasien yang terinfeksi COVID-19. Menurutnya, terobosan ini perlu dilakukan sebab Indonesia sedang berada di kondisi yang kritis.

Moeldoko mengatakan dalam beberapa pekan terakhir ini, terlihat jelas ada lonjakan kasus COVID-19 yang berdampak pada meningkatnya keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di sejumlah rumah sakit. 

Selain itu, meningkatnya penyebaran varian baru COVID-19 juga menjadi bukti bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja di tengah pandemi COVID-19.

"Dihadapkan dengan perkembangan COVID-19 yang seperti itu, maka kita menilainya ini adalah situasi yang kritis. Bukan situasi yang normal. Maka diperlukan critical thinking dan bahkan sebuah solusi dalam sebuah situasi seperti ini," kata Moeldoko dalam acara diskusi daring, Senin (28/6/2021).

Adapun solusi yang ditawarkan Moeldoko di tegah situasi kritis pandemi COVID-19 adalah mengedukasi masyarakat mengenai penggunaan obat Ivermectin. Dia mengklaim, obat cacing itu terbukti ampuh untuk menyembuhkan COVID-19.

Dia bahkan mengaku sudah mengedarkan obat Ivermectin ke sejumlah daerah, bahkan mengonsumsinya secara rutin demi mencegah terpapar COVID-19.

"Saya selaku ketua HKTI sungguh sangat mendukung program edukasi hari ini untuk mengenalkan lebih dekat dengan Ivermectin, sebagai salah satu obat yang terbukti efektif di dalam penyembuhan COVID-19 di berbagai negara. Walaupun kita tahu semuanya, Ivermectin adalah obat yang digunakan sebagai obat cacing," kata Moeldoko. 

Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) itu juga memaparkan, berdasarkan data dari Front Line COVID-19 Critical Care Alliance (FLCC) saat ini sudah ada 33 negara yang menggunakan Ivermectin sebagai obat untuk mengatasi COVID-19. Antara lain Brazil, Jepang, hingga Zimbbuwe.

Tak hanya itu, uji klinis obat tersebut yang diklaim sebagai obat COVID-19 juga sudah dilakukan 3.400 partisipan di sejumlah negra. Hasilnya, menurut Moeldoko, Ivermectin dapat mengatasi COVID-19 sebesar 95 persen.

"Melihat data sementara ini, kami cukup optimis bahwa ivermectin dapat menjadi salah satu solusi obat yang efektif menyembuhkan pasien COVID-19. Kami pun telah melakukan berbagai kajian dari penelitian dan rekomendasi dokter di luar negeri yang telah merekomendasikan ivermectin di negaranya," katanya.

Untuk diketahui, obat ivermectin, yaitu obat anti-parasit dengan harga terjangkau, tidak direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai terapi atau obat infeksi Covid-19.

Pada 13 Maret 2021, WHO telah merilis panduan mengenai terapi dan obat Covid-19 yang menyebutkan badan PBB tersebut menyarankan ivermectin jangan dipakai sebagai obat Covid-19, kecuali dalam tujuan pengujian klinis.

Dilansir dari Health Feedback, (19/4/2021), panduan WHO dibuat berdasar diskusi dengan panel ahli yang menganalisa 16 pengujian acak terkontrol melibatkan 2.407 partisipan.

Pada halaman 19 panduan tersebut WHO merangkum bahwa penggunaan ivermectin pada pasien Covid-19 mengurangi risiko kematian hingga 80%, dan risiko pasien diopname hingga 64%.

Banyak pihak mempertanyakan kenapa meski data terlihat menjanjikan, namun WHO tidak merekomendasikan penggunaan ivermectin. Hal ini pernah dimuat dalam laman Collective Evolution (13/4/2021), Laman tersebut bahkan mengutip 'analisa' lain dari Covid Analysis yang menyebut efikasi ivermectin 81% dalam mereduksi risiko kematian Covid-19.

Kevin Wilson, profesor di Boston University School of Medicine dan Chief Guidelines and Documents di American Thoracic Society menjelaskan, di Health Feedback, bahwa angka 81% itu memasukkan data "dari uji klinis kualitas buruk yang menimbulkan bias pada hasil."

Keputusan WHO tidak merekomendasikan ivermectin juga didasari hal yang sama. Dari 16 uji acak yang mereka analisa, hanya lima riset bersifat 'standar emas' yang bisa dipakai untuk mengambil keputusan setingkat WHO. Dan dari lima riset itu, dua diantaranya berpotensi bias karena metode penelitiannya atau karena protokol ujinya kurang transparan.

Di Indonesia sendiri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga tidak menyarankan penggunakan obat ivermectin sebagai obat COVID-19. Alasannya, obat tersebut masuk dalam kategori obat keras yang penggunaannya harus atas resep dokter. Selain itu, belum ada uji klinis di dalam negeri yang menyatakan obat tersebut terbukti ampuh menyembuhkan COVID-19.

Rekomendasi