ERA.id - Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyusun draf awal Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Pemaparan hasil penyusunan draf awal tersebut dibeberkan dalam Rapat Pleno Penyusunan Draf RUU PKS yang digelar di Gedung Parlemen, Jakarta pada Senin (30/8/2021) lalu.
Dalam paparannya, Tim Ahli Baleg DPR RI Sabari Barus mengungkapkan, judul RUU PKS diusulkan diganti menjadi RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Sebab, kekerasan seksual dikategorikan sebagai tidak pidana khusus sehingga menghilangkan kata "Penghapusan" seperti judul RUU awal.
"Dari aspek judul, sesuai dengan pendekatan tadi maka kekerasan seksual dikategorikan sebagai pidana khusus. Sehingga judulnya, sebaiknya (diganti) RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," ujar Barus seperti dikutip dari kanal YouTube Baleg DPR RI pada Jumat (3/9/2021).
Selain itu, Barus juga menjelaskan, kata "Penghapusan" terkesan abstrak karena memiliki arti menghilangkan. Sedangkan menurut Baleg DPR RI, penghapusan seperti yang dimaksud susah tercapai di dunia ini.
Barus menambahkan, penggunaan judul 'Tindak Pidana Kekersan Seksual' justru akan lebih memudahkan penegak hukum dalam melakukan tugasnya menentukan unsur pidana terhadap pelaku kekerasan seksual. Termasuk pula, judul tersebut dinilai lebih mudah bagi penegak hukum menentukan ancaman hukuman yang memberatkan pelaku.
"Berdasarkan perspektif tadi, kata 'Penghapusan' juga terkesan sangat abstrak dan mutlak karena penghapusan berarti hilang sama sekali. Ini sesuatu yang mustahil dicapai di dunia ini," kata Barus.
"Jadi kami memandang, lebih tepat dengan menggunakan langsung RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dan ini akan lebih memudahan penegak hukum juga dalam penegakannya karena langsung dirumuskan apa unsur-unsur perbuatan dan hukumannya," lanjutnya.
Meski begitu, Barus menegaskan, draf awal tersebut tidak menghilangkan hak korban kekerasan seksual. Dia mengatakan, pendekatan hukum seperti yang disusun dalam draf awal ini tetap beriorientasi pada korban.
Artinya, tidak ada hak korban yang dihilangkan seperti pemulihan dan perlindungan. Tetapi juga tidak menghilangkan hukuman kepada pelaku.
"Hukum pidana yang umumnya beriorientasi pada penindakan pelaku, maka dalam RUU ini beriorientasi pada korban tetapi tentu tidak menghilangkan hukuman bagi pelaku, tapi orientasinya adalah korban. Ini yang memberdakan RUU ini nantinya dengan UU pidana lain," papar Barus.
Adapun draf awal ini berisi 11 Bab yang terdiri atas 40 pasal, meliputi ketentuan umum hingga penutup.
Untuk diketahui, RUU PKS merupakan rancangan perundang-undangan usulan DPR RI yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021. RUU tersebut kini diambil alih oleh Baleg DPR RI untuk dibahas lebih lanjut.