Alasan Baleg Soal RUU PKS Hanya Memuat 4 Bentuk Kekerasan Seksual

| 06 Sep 2021 17:41
Alasan Baleg Soal RUU PKS Hanya Memuat 4 Bentuk Kekerasan Seksual
Ilustrasi Badan Legislasi (Dok. Instagram supratmanandiagtas)

ERA.id - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mulai membahas draf awal Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang rencananya berganti judul menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Dalam draf tersebut, Baleg hanya memuat empat bentuk kekerasan seksual dari yang semula berjumlah sembilan jenis kekerasan seksual. Keempat jenis tersebut yaitu pelecehan seksual, pemaksaan pemakaian alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan eksploitasi seksual.

Ketua Panita Kerja (Panja) RUU PKS Willy Aditya menjelaskan, dihapusnya lima jenis kekerasan seksual di dalam draf awal RUU PKS karena sudah di atur di undang-undang lain seperti Kitab Undnag-undang Hukum Pidana (KUHP), Rancangan RKUHP, UU Perkawinan, UU Perlindungan Anak, hingga UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

"Kita sudah harmonisasi terhadap undang-undang yang eksisting. Ada UU KUHP, RKUHP, Perkawinan, Perlindungan Anak, TPPO, Pornografi, ITE," kata Willy kepada ERA.id Senin (6/9/2021).

Adapun hilangnya pengaturan kekerasan seksual berbasis online, Willy mengatakan, pihaknya masih melakukan verifikasi lebih lanjut agar proses pidana bisa dilakukan secara hati-hati. 

"Begini, ada beberapa yang verbal bagaimana cara mempidanakannya, itu benar-benar harus hati-hati," ujar Willy.

Di sisi lain, kata Politisi NasDem itu, sejumlah regulasi juga telah memiliki aturan terkait kekerasan seksual berbasis online, seperti UU Pornografi serta UU Informasi dan Transaksi Elektronik. 

"Ada domain UU Pornografi, UU ITE, itu kan sudah ada. Kan aku yang pertama kali melontarkan ini, tapi kemudian kehati-hatian. Jangan kita menjeratkan diri kita pada hal yang enggak penting,' kata Willy.

Sebelumnya, Tim Ahli Baleg DPR RI Sabari Barus juga sudah menjelaskan, lima jenis kekerasan seksual yang dihapus dalam perubahan RUU PKS menjadi RUU TPKS sudah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Rancangan RKUHP. 

"Jadi substansinya hanya empat. Jika dalam RUU yang lama ada sembilan jenis, setelah kami menyisir dengan melihatnya dalam KUHP dan RKUHP kami telah mensortir sehingga menjadi empat," kata Sabari dalam rapat Baleg DPR, Senin (30/8).

"Ini yang tidak ada irisannya atau tidak diatur dalam KUHP atau RKUHP jadi tinggal empat jenis," imbuhnya.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sebelumnya menyoroti ketentuan yang ‘hilang’ dan ‘kurang’ dalam draf awal RUU PKS yang disusun Baleg DPR RI. Hal itu dinilai mengakibatkan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual menjadi jauh dari rasa keadilan dan kepastian hukum.

"Pertama, hilangnya asas dan tujuan pembentukan undang-undang membuat arah penghapusan kekerasan seksual menjadi tidak jelas. Kedua, dihapusnya tindak pidana perbudakan seksual. Ketiga, dihapusnya tindak pidana pemaksaan perkawinan. Keempat, ketentuan mengenai pemaksaan aborsi dihilangkan," bunyi keterangan tertulis LBH Jakarta yang dikutip pada Sabtu (4/9/2021).

Selain itu, menurut LBH Jakarta, dalam draf awal RUU PKS tidak mengatur hak-hak korban, keluarga korban, saksi, dan ahli sehingga membuat posisi mereka rentan selama menjalani proses penegakan hukum.

Kemudian tidak adanya kewajiban Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) untuk melindungi dan memenuhi hak-hak korban. 

"Ini adalah bukti nyata negara lari dari tanggung jawab."

Rekomendasi