ERA.id - Posisi juru bicara presiden masih kosong setelah ditinggal Fadjroel Rachman yang resmi ditugaskan sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Kazakhstan merangkap Republik Tajikistan.
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani berharap, Presiden Joko Widodo menunjuk juru bicara yang memiliki kapasitas. Menurutnya, ada tiga pertimbangan untuk memilih juru bicara.
"Saya termasuk orang yang berpendapat sebaiknya presiden memiliki jubir yang benar-benar memiliki kapasitas," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta yang dikutip pada Selasa (26/10/2021).
Adapun tiga hal yang bisa dijadikan pertimbangan dalam memilih juru bicara yaitu, harus memiliki kemampuan komunikasi publik yang bagus. Kedua, sosok yang mempunyai kemampuan koordinasi yang tinggi dengan jajaran pemerintahan lainnya. Ketiga, menurut Arsul, seorang jubir presiden harus mudah dihubungi.
"Yang punya kapasitas itu yang seperti apa? Pertama tentu kemampuan komunikasi publiknya bagus, yang kedua tentu orang yang punya daya koordinasi yang tinggi dengan jajaran pemerintahan lainnya, dan yang ketiga saya kira adalah orang yang memang tiap saat itu bisa gampang untuk dihubungi dikomunikasi," kata Arsul.
Wakil Ketua MPR RI itu mengatakan, Indonesia pernah memiliki jubir presiden yang mumpuni. Diantaranya yaitu ketika zaman Presiden Gus Dur ada Wimar Witoelar dan zaman SBY ada Julian Aldrin Pasha.
Karenanya, Arsul berharap Presiden Jokowi memilih juru bicara yang jago berkomunikasi ketimbang miskomunikasi.
"Jadi kira-kira yang sosoknya itu paling tidak seperti Pak Wimar atau Pak Julian itulah. Jadi memang jubirnya itu jubir yang jagoan komunikasi, bukan jagoan miskomunikasi," kata Arsul.
Terkait adanya usulan Menteri Sekretariat Kabinet (Menseskab) Pramono Anung layak rangkap jabatan sebagai jubir presiden, Arsul mengaku setuju. Menurutnya, Pramono kapabel untuk mengkomunikasikan kebijakan pemerintah dan presiden.
Namun apakah perlu merangkap atau tidak, kata Arsul, itu menjadi kebijakan Jokowi.
"Saya kira pak Pramono itu sosok yang kapabel juga sebetulnya untuk bisa mengomunikasikan kebijakan-kebijakan pemerintahan, kebijakan-kebijakan presiden. Tetapi apakah beliau yang nanti akan merangkap karena tugasnya sebagai Menseskab itu juga cukup berat, ya biar pak Jokowi yang mempertimbangkan," kata Arsul.
Usulan Pramono layak ditunjuk sebagai jubir presien awalnya datang dari Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah. Dia menilai, Pramono memiliki akses ke rapat-rapat kabinet.
"Menurut saya harus diperkuat, jadi saya mengharapkan Menseskab merangkap jubir. Karena seharusnya jubir itu harus punya akses kepada rapat kabinet," kata Fahri.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah melantik 17 Duta Besar RI untuk negara-negara sahabat. Salah satunya yaitu Fadjroel Rachman yang ditunjuk sebagai Dubes RI untuk Kazakhstan merangkap Republik Tajikistan.
Fadjroel sudah menjalani tugas sebagai jubir presiden sejak 21 Oktober 2019. Dia menggantikan posisi Johan Budi Prasetyo yang menjadi jubir presiden sejak 12 Januari 2016. Namun, pada 2019 lalu, Johan Budi meninggalkan jabatannya dan menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan.
Selain Fadjroel, Jokowi juga melantik mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Rosan Roeslani sebagai Dubes RI untuk Amerika Serikat dan mantan Juru Bicara TKN Jokowi-Ma'ruf Lena Maryana Mukti juga diberi posisi Duta Besar Indonesia untuk Kuwait.