ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar rapat kerja di hotel mewah Sheraton Yogyakarta sejak kemarin, Rabu (27/10). Pusat Studi Anti (Pukat) Korupsi Universitas Gadjah Mada menyatakan KPK tak memberi teladan hidup sederhana dan tak punya empati di masa pandemi.
"Dari sisi aturan memang tidak ada yang terlanggar. Tapi dari sisi kepantasan, kewajaran bisa dipertanyakan kepada KPK karena selama ini KPK menyebarkan nilai-nilai integritas salah satunya hidup sederhana," kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman, Kamis (28/10).
Menurut dia, raker di hotel mewah KPK bakal jadi preseden untuk dicontoh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan para pejabat.
"Apalagi salah satu faktor pendorong internal untuk terjerumus korupsi itu bergaya hidup mewah sehingga selama ini KPK kampanyekan hidup sederhana," tuturnya.
Dengan begitu, kata Zaenur, konsistensi KPK untuk kampanyekan hidup sederhana bisa dipertanyakan dengan raker di Sheraton tersebut. "Kalau KPK saja rapat di hotel mewah, yang lain boleh dong," katanya.
Apalagi KPK punya fasilitas dua gedung yang representatif untuk menggelar raker. Selama ini raker juga diadakan di gedung KPK sendiri.
"Harusnya KPK tak perlu menggunakan fasilitas yang mengeluarkan biaya karena akan menimbulkan inefisiensi. Anggarannya bisa untuk program kerja lain yang lebih urgen," katanya.
Selama ini KPK menggelar rapat di kantor bukannya tanpa tujuan. "Ini untuk memberi contoh bagaimana efek penggunaan anggaran karena ini uang pajak. Ini dibayar rakyat. Bukan dari kantong sendiri," katanya.
Tak lupa, saat ini masih dalam situasi pandemi. Selain aspek kesehatan, rapat di hotel mewah juga menunjukkan KPK tak punya empati saat rakyat dilanda kesulitan ekonomi.
"Rakyat banyak yang susah jadi sebaikanya menjaga sikap dan kebijakan agar tidak melukai hati rakyat. Ini menunjukkan KPK tak ada keteladanan," katanya.