Marak Kasus Kekerasan Seksual, Pimpinan DPR RI Janji Draf RUU TPKS Ditetapkan Januari 2022

| 30 Dec 2021 12:15
Marak Kasus Kekerasan Seksual, Pimpinan DPR RI Janji Draf RUU TPKS Ditetapkan Januari 2022
Wakil Ketua DPR RI bidang Korkesra Muhaimin Iskandar (Antara)

ERA.id - Wakil Ketua DPR RI bidang Korkesra Muhaimin Iskandar berjanji parlemen akan segera menetapkan draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai usulan DPR RI di dalam Rapat Paripurna pembukaan masa sidang 2022 pada Januari 2022 mendatang.

Hal ini merespons kian maraknya kasus-kasus kekerasan seksual di tengah masyarakat.

"DPR akan sangat responsif terhadap RUU TPKS. Optimis pada Januari bulan depan, RUU ini sudah bisa disahkan," kata Muhaimin melalui keterangan tertulisnya, Kamis (30/12/2021).

Oleh karenanya, Muhaimin meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kementerian Sosial untuk bekerja sama dengan DPR RI segera menuntaskan RUU TPKS.

"Ada dua kepentingan yang kita tunggu, kepentingan perlindungan korban dan tumbuhnya kekerasan di berbagai tempat, terutama di tempat kerja. Kedua, bahwa undang-undang ini adalah kekuatan represif yang memberikan tindakan represif kepada pelaku kekerasan seksual," katanya.

Ketua Umum PKB ini menambahkan, meskipun RUU TPKS belum disahkan namun Polri harus tetap menindak tegas para pelaku kekerasan seksual.

Dia meminta Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan jajarannya untuk menegakan hukum secara represif di dalam kekerasan seksual.

Dia menegaskan, tanpa adanya UU TPKS pun sudah menjadi tanggung jawab Polri untuk mengatasi dan menangani kekerasan seksual yang saat ini sudah dalam kondisi darurat.

"Saya serukan Kapolri dan jajaran mengambil langkah represif untuk mengatasi tindakan kekerasan seksual," tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengungkapkan, angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun 2021 mengalami penurunan dibandingkan tiga hingga lima tahun terakhir.

Hal ini berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021 dan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 yang dilakukan oleh Kementerian PPPA.

Meski begitu, Bintang menekankan bahwa kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada perempuan dan anak ibarat fenomena gunung es. Sebab, angka kasus kekerasan seksual yang terjadi lebih tinggi daripada kasus yang dilaporkan.

"Kasus kekerasan ini ibarat fenomena gunung es, di mana kasus yang terjadi angkanya lebih tinggi dari yang terlaporkan. Kita harus semakin siap dalam memberikan perlindungan dan pelayanan," kata Bintang dalam konferensi pers yang disiarkan di kanal YouTube Kementerian PMK, Rabu (29/12).

Bintang mengatakan, seiring dengan kemudahan bagi masyarakat untuk melaporan kasus-kasus kekerasan ke lembaga layanan, meningkatnya keberanian masyakar dalam melaporkan kasus kekerasan, dan penggunaan media sosial yang memudahkan masyarakat mengangkat kasus kekerasan ke publik maka ke depnannya akan semakin banyak laporan-laporan yang diterima kementeriannya.

"Tentunya ini akan semkin membuka berbagai laporan kasus kekerasan baik kasus-kasus baru, maupun lama sebagaimana yang terjadi belakangan ini. Saya yakin dan percaya, Desember ini tidak ada pemberitaan tanpa kasus kekerasan," kata Bintang.

Untuk diketahui, sepanjang Desember 2021 sejumlah kasus kekerasan seksual menjadi perhatian publik. Diantaranya yaitu kasus pemerkosaan yang dilakukan guru pesantren terhadap puluhan santrinya di Kota Bandung, Jawa Barat.

Lalu ada pula kasus kekerasan seksual yang menimpa remaja usia 14 tahun di Kota Bandung, Jawa Barat. Remaja tersebut diculik kemudian diperkosa dan diperjualbelikan oleh para pelaku.

Kasus kekerasan seksual juga terjadi pada 12 anak laki-laki di Tarakan, Kalimantan Utara. Belakangan, pelaku yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka diduga positif terinfeksi HIV/AIDS.

Rekomendasi