ERA.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menilai, kehadiran pawang hujan dalam perhelatan MotoGP Mandalika di Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah bentuk kearifan lokal. Sebab tidak bisa dijelaskan secara sains.
"Sebenarnya, kalau dilihat pawang hujan itu adalah suatu kearifan lokal yang dimiliki masyarakat. Secara saintis itu sulit untuk dijelaskan," kata Deputi bidang Meteorologi BMKG Guswanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2022).
"Cerita tentang pawang hujan itu adalah kearifan lokal yang mereka miliki. Dan itu tidak bisa dicampuradukkan antara sains dan kearifan lokal," imbuhnya.
Adapun dalam gelaran MotoGP Mandalika, pemerintah telah mengerahkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk mengantisipasi terjadinya hujan lebat dalam durasi lama yang berpotensi membatalkan pertandingan.
Namun Guswanto menjelaskan, TMC yang digunakan adalah untuk mempercepat turunnya hujan. Tim TMC akan mencari awan-awan konfektif yang mengandung uap air, kemudian ditaburi garam hingga membentuk awan hujan.
"Jadi teknologi yang dimaksud adalah teknologi mempercepat terjadinya hujan. Karena diberi inti kondensasi yang berupa NaCl atau garam," kata Guswanto.
"Bukan untuk menahan (hujan), bukan. Jadi mempercepat biasanya," imbuhnya.
Seperti diketahui, ajang balap motor MotoGP Mandalika tak hanya menjadi sorotan lantaran terjadi hujan lebat yang menyebabkan pertandingan tertunda. Namun juga kehadiran pawang hujan Rara Istiani Wulandari.
Viral video Rara masuk ke area sirkuit di tengah hujan lebat. Memakai helm berwarna putih, Rara melakukan ritual dengan memukul-mukul mangkuk berwarna keemasan di Sirkuit Mandalika. Pemandangan ini pun turut mencuri perhatian para pembalap kelas dunia.