ERA.id - DPR RI dan pemerintah telah merampungkan pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Tindak Pindana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) pada Sabtu (2/4/2022).
Meski begitu, Institut Criminal for Justice Reform (ICJR) masih memberi beberapa catatan kepada Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS terhadap sejumlah substansi. Salah satunya yaitu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang dinilai masih membahayakan korban kekerasan seksual dengan tidak dicabutnya Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Mengenai perumusan kekerasan berbasis gender online, ICJR menyuarakan unifikasi pengaturan tentang akses, penyebaran, transmisi konten pribadi seseorang di luar kehendak orang yang menjadi objek atau pun yang menerima konten," ujar peneliti ICJR Maidina Rahmawati melalui keterangan tertulis, Senin (4/4/2022).
Maidina mengatakan, ICJR berharap larangan untuk merekam, mengakses, menyebar, mentransmisikan konten pribadi seseorang atau kepada orang yang tidak berkehendak menerima dapat dimasukan ke dalam draf RUU TPKS.
Dengan unifikasi ini, kata Maidina, ketentuan penutup dalam Pasal 71 RUU TPKS juga dapat menghapus Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang larangan penyebaran konten melanggar kesusilaan.
"Karena pasal ini tidak lagi diperlukan dengan adanya ketentuan KUHP, UU Pornografi dan nantinya UU TPKS," kata Maidina.
Sejak awal, ICJR terus mendorong dihapusnya Pasal 27 ayat (1) UU ITE tentang larangan penyebaran konten melanggar kesusilaan. Sebab, pasal tersebut selama ini menjadi momok utama bagi korban KBGO yang malah menjadi pesakitan dan harus menanggung konsekuensi pidana dari pasal karet UU ITE tersebut.
Selain KBGO, ICJR juga meminta perumusan tindak pidana eksploitasi seksual perlu disinkronkan. Untuk diketahui, pemerintah dan DPR telah menyepakati masuknya rumusan tentang eksploitasi seksual dalam RUU TPKS. Dalam DIM pemerintah memasukkan tambahan perbuatan dalam bentuk pelecehan fisik persetubuhan dan perbuatan cabul atas dasar relasi kuasa dalam Pasal 6 huruf c DIM Pemerintah.
"ICJR merekomendasikan dengan dimasukkannya eksploitasi seksual, maka perbuatan yang dirumuskan Pasal 6 huruf c DIM (pelecehan fisik persetubuhan dan perbuatan cabul atas dasar relasi kuasa) Pemerintah tidak perlu dimasukkan, apalagi dikategorikan sebagai pelecehan seksual fisik," kata Maidina.
Untuk diketahui, pemerintah dan DPR RI masih belum memutuskan pengaturan mengenai kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) di dalam RUU TPKS. Rencananya, pembahasan ini akan dilanjutkan hari ini sebelum dibawa ke pleno pengambilan keputusan tingkat pertama di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
"(KSBE) hari Senin (4/4) diputuskannya," kata Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya, Minggu (3/4).
DPR RI menargetkan RUU TPKS bisa disahkan sebagai undang-undang dalam rapat paripurna sebelum masa reses pada 15 April 2022 mendatang.
Untuk diketahui, DIM RUU TPKS dari pemerintah berjumlah 588. Terdiri dari terdiri dari 167 pasal tetap, 68 redaksional, 31 reposisi, 202 substansi, dan 120 substansi baru. Keseluruhan DIM ini terangkum di dalam 12 bab dan 81 pasal.
Sementara dalam draf RUU TPKS dari DPR RI memuat lima jenis kekerasan seksual, diantaranya yaitu pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, dan penyiksaan seksual. Adapun pemerintah menambahkan pasal perbudakan seksual dan perkawinan paksa.