ERA.id - Komisi VI DPR RI mengapresiasi dan mendukung langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang telah membongkar kasus dugaan pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) hingga menyebabkan kelangkaan minyak goreng.
Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade mendesak Kejagung mengusut kasus tersebut hingga ke akar-akarnya. Dia menegaskan komisinya mendukung prose hukum, sehingga Kejagung tidak perlu ragu menyeret pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam perkara ini.
"Intinya kita mendorong kejaksaan agung agar mengungkap ini terang benderang dan membongkar ini sampai ke akar akarnya ya. Siapapun yang terlibat ya harus diproses secara hukum dan kami di Komisi VI mendukungnya," kata Andre kepada wartawan, Rabu (20/4/2022).
Andre bilang, Komisi VI DPR RI sejak awal sudah mengendus ada yang aneh dengan polemik minyak goreng beberapa bulan terakhir ini. Apalagi, minyak goreng menjadi langka padahal produksi minyak goreng nasional Indonesia surplus hingga 11 miliar liter per tahun.
Politisi Partai Gerindra itu berharap, dengan terbongkarnya kasus ini, keberadaan minyak goreng di pasaran tidak lagi menjadi langka.
"Karena harapan kita dengan dibongkarnya ini minyak goreng curah dengan HET Rp14 ribu itu betul betul bisa ditemukan oleh masyarakat di pasar dan di lapangan," kata Andre.
Sementara Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai NasDem, Subardi menilai, terlibatnya pejabat di Kemendag menunjukan bahwa kasus ini bukan sekedar kasus korupsi biasa, melainkan perilaku jahat yang melukai seluruh masyarakat Indonesia.
Terlebih, modus yang dilakukan adalah tindakan melawan hukum, memberi persetujuan ekspor CPO dan produk turunnya kepada perusahaan tertentu.
“Kalau melibatkan banyak perusahaan, ini kan kongsi. Ada persekutuan jahat. Artinya, kejahatan ini sudah diatur memanfaatkan tingginya permintaan minyak goreng dalam negeri,” kata Subardi.
Sebagai informasi, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus dugaan pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng, pada Januari 2021 sampai Maret 2022 yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng.
Keempat tersangka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Perdaglu Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), Stanley MA (SMA) selaku Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, serta Picare Togar Sitanggang (PT) selaku General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas.
Dirjen PLN Kemendag diduga memberikan persetujuan ekspor kepada tiga tersangka dari pihak swasta. Padahal perusahaan-perusahaan swasta itu tidak memenuhi syarat domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk melakukan ekspor CPO (Crude Palm Oil) minyak goreng mentah dan produk turunannya.
"Mereka dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO. Namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin, Selasa (19/4).
Sementara Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menegaskan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tetap dan terus mendukung proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait dugaan gratifikasi atau suap pemberian izin penerbitan ekspor minyak goreng.
Dalam menjalankan fungsinya, Mendag selalu menekankan jajarannya agar pelayanan perizinan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan transparan.
Untuk itu Mendag Lutfi mendukung proses hukum jika terbukti terjadi penyalahgunaan wewenang.
"Saya telah menginstruksikan jajaran Kemendag untuk membantu proses penegakan hukum yang tengah berlangsung karena tindak korupsi dan penyalahgunaan wewenang menimbulkan kerugian negara dan berdampak terhadap perekonomian nasional serta merugikan masyarakat," pungkas Mendag, seperti dikutip dari Antara.