ERA.id - Untuk kedua kalinya, Alvin Lim, terdakwa dugaan perkara pemalsuan dokumen klaim asuransi Allianz gagal disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Alvin tak hadir lantaran mengaku sakit.
Ketua Majelis Hakim, Arlandi Triyogo memutuskan bakal melakukan penjemputan paksa terhadap advokat sekaligus founder LQ Indonesia Law Firm itu.
Upaya jemput paksa diputuskan majelis hakim lantaran Alvin dinilai tidak kooperatif, yakni dua kali tidak hadir pada persidangan yang telah diagendakan.
"Oleh karena (terdakwa) dua kali tidal hadir, maka saya putuskan untuk jemput paksa," tegas Ketua Majelis Hakim, Arlandi Triyogo yang didampingi hakim anggota Samuel Gintimg dan Raden Ary Muladi, Senin (27/6/2022).
Keputusan jemput paksa diputuskan majelis hakim atas adanya permintaan dari tim Jaksa Penuntut Umum yang diketuai JPU Syahnan Tanjung.
"Kami meminta majelis hakim untuk menerbitkan penetapan panggil paksa kepada terdakwa (Alvin Lim)," ucap Syahnan.
"Baik, permohonan saudara (JPU) kami kabulkan ya," jawab Ketua Majelis Hakim Arlandi Triyogo.
Saat majelis hakim belum lagi selesai bicara, Kusuma yang bertindak sebagai kuasa hukum Alvin Lim, menyela.
"Izin Yang Mulia klien kami melampirkan surat permohonan sakit Yang Mulia," ucap Kusuma sembari maju menyerahkan lembaran kertas ke majelis hakim.
"Alamatnya dimana ini," tanya majelis hakim.
Spontan Kusuma menjawab, "Di Lippo Karawaci Yang Mulia."
Syahnan Tanjung yang menjadi Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), kembali meminta penegasan kepada majelis hakim terkait alasan sakit terdakwa yang disampaikan kuasa hukum terdakwa.
"Kami belajar dari sidang sebelumnya, terdakwa sering menggunakan alasan sakit disaat persidangan," ujar Syahnan Tanjung.
Keberatan JPU terhadap alasan sakit terdakwa Alvin Lim direspons Arlandi Triyogo yang mengaku pernah menjadi salah satu hakim pada persidangan kasus ini sebelumnya.
Kuasa hukum terdakwa juga mempertanyakan kepada majelis hakim terkait masih dipergunakannya register berkas perkara yang lama dalam register persidangan tersebut.
Dijelaskan Arlandi bahwa perkara ini belum ada putusan yang menyatakan terdakwa bersalah atau dibebaskan.
"Ini bukan nebis in idem, sebagamana diatur pasal 77 KUHP. Kalau sudah dipidana lalu diajukan kembali, itu tidak boleh. Sementara dalam perkara ini belum ada putusan hakim yang menyatakan bersalah atau tidak," tegas majelis hakim menjelaskan.
"Jaksa sesuai kewenangannya, pasal 14 KUHAP mengajukan tuntutan, ini demi kepentingan hukum," jelas majelis hakim.
Penjelasan dan penegasan majelis hakim atas konstruksi perkara hukum tersebut membuat pengunjung terperangah.
Pasalnya, Alvin Lim dalam berbagai kesempatan selama ini selalu menyatakan dirinya menjadi korban kriminalisasi dengan kasus yang sudah inkrah.
Kuasa hukum Alvin, Kusuma menyayangkan persidangan hari ini karena keberatannya tidak diterima majelis hakim.
"Keberatan kami dibilang disuruh di pledoi. Harusnya langsung diterima saja keberatan kami Adapun masalah nomor register yang lama dipakai, menurut kami itu cacat administrasi," ujar Kusuma usai sidang.
Untuk diketahui, Alvin Lim merupakan terdakwa kasus tindak pidana dugaan pemalsuan dan/atau penipuan dan/atau penggelapan dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sidang ini sendiri digelar lagi setelah JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan melimpahkan berkas perkaranya pada Selasa (7/6/2022).
Humas PN Jaksel, Haruno Patriyadi kepada wartawan menjelaskan, perkara dengan terdakwa Alvin Lim ini belum ada penjatuhan vonis. Baik vonis bebas maupun putusan terbukti bersalah atas perkara yang didakwakan.
"Belum ada kesalahan atau pembebasan, vonis itu kan bisa bebas dan bisa terbukti (bersalah). Belum ada petitum yang menyatakan salah atau bebasnya orang,” ungkapnya.
Menurut dia, bunyi putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor: 873 K/Pid/2020, tanggal 22 September 2020, salah satu amarnya menyatakan penuntutan dari Penuntut Umum dalam perkara Nomor: 1036/Pid.B/2018/PN.JKT.SEL atas nama terdakwa Alvin Lim tidak dapat diterima.
"Artinya, secara administrasi masih mentah, belum lengkap. Kalau itu di luar pokok perkara, namanya praperadilan. Kan perintahnya (amar putusan Kasasi) dikembalikan karena penuntutan tidak dapat diterima, sehingga belum ada penjatuhan hukuman atau pembebasan," jelasnya.
Ia menambahkan, jika dakwaan yang disusun JPU tidak cermat dan tidak lengkap sehingga perlu dikaji ulang supaya menjadikan perkara ini sempurna. Sebagaimana Pasal 143 KUHAP, berkasnya dikembalikan lagi untuk disempurnakan.
"Bukan berarti mereka itu bebas, bukan. Secara administrasi, perkara ini belum memenuhi syarat agar diulang. Atau secara hukumnya hal-hal yang bersifat harus ada tapi kok tidak ada, sehingga itu dikembalikan dulu," ujarnya.