ERA.id - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan pemerintah sedang menyiapkan aplikasi super (super apps) layanan publik terpadu untuk menghasilkan satu data, bagian dari implementasi kebijakan berbasis data.
"Jika kita bicara pelayanan publik, maka harus kita sadari ada begitu banyak layanan yang diakses masyarakat secara parsial. Oleh karena itu, Pemerintah sedang menyiapkan public services super apps, suatu aplikasi layanan publik terpadu dalam satu aplikasi," kata Johnny dalam siaran pers dikutip dari Antara, Senin (11/7/2022).
Tiap lembaga pemerintahan saat ini menggunakan aplikasi masing-masing sehingga dinilai sang menteri aplikasi terlalu banyak dan menjadi tidak efisien. Aplikasi super ini berguna untuk memudahkan komunikasi lintas instansi yang terintegrasi dalam satu sistem yang sama.
Super apps ini juga bertujuan mencegah duplikasi aplikasi sejenis dari berbagai kementerian dan lembaga. Menurut Johnny, pemerintah saat ini menggunakan 24.400 aplikasi.
"Tidak efisien dan bekerja sendiri-sendiri. Bahkan, di setiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah masing-masing mempunyai aplikasi yang berbeda-beda di setiap unitnya. Sangat tidak efisien," kata Johnny.
Johnny mengatakan paling tidak nanti akan ada satu super aplikasi.
"Kita perlu menata ulang untuk menghasilkan satu super aplikasi Indonesia. Paling tidak, cukup hanya delapan aplikasi yang terintegerasi. Ini sedang kita siapkan dalam roadmap Kementerian Kominfo Kominfo," kata Johnny.
Dua puluh ribuan aplikasi yang ada itu akan ditutup, kemudian secara bertahap dipindahkan ke aplikasi super. Menteri Johnny meyakinkan aplikasi super ini akan jauh lebih efisien dari aspek intervensi fiskal.
"Dari jumlah tersebut, pelan-pelan kita mulai melakukan shutdown dan pindahkan. Saya meyakini, efisiensinya akan lebih tinggi dari intervensi fiskal yang Ibu Sri Mulyani keluarkan saat ini. Puluhan triliun hematnya, kalau itu bisa dilakukan luar biasa untuk kita," kata Johnny.
Selain aplikasi super, pemerintah sedang menyiapkan empat Pusat Data Nasional berbasis komputasi awan (cloud computing). Saat ini pemerintah menggunakan 2.700 pusat data, hanya 3 persen yang berbasis komputasi awan, selebihnya tergolong ethernet (bekerja sendiri-sendiri).
Hal ini menyulitkan untuk menghasilkan satu data di Indonesia. Pusat Data Nasional pertama akan dibangun di wilayah Jabodetabek.
"Mudah-mudahan bulan depan bisa kita lakukan ground breaking sehingga bisa langsung digunakan di tahun 2024 nanti pada saat selesai dibangun," kata Johnny.
Secara bersamaan Kominfo menyiapkan PDN kedua di Nongsa, Batam, Kepulauan Riau, dengan kapasitas yang hampir sama dan bersifat redundant sehingga penggunaannya berfungsi sebagai cadangan bagi satu sama lain.
Berdasarkan kebutuhan dan efisiensi operasi pusat data pemerintah, menurut Johnny PDN juga perlu berlokasi di Indonesia Tengah dan Timur. Oleh karena itu Ibu Kota Negara baru dan Labuan Bajo dipilih sebagai lokasi pusat data ketiga dan keempat.
Wilayah Labuan Bajo dipilih karena jaringan serat optik di sana (wilayah selatan) tidak banyak terpengaruh aktivitas vulkanis bawah laut.
Wilayah utara, kata Johnny, memiliki aktivitas vulkanik tinggi sehingga beberapa kali kabel laut terputus karena gunung bawah laut meletus. Jaringan serat optik wilayah utara melintasi Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara dan Papua.