ERA.id - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda tahapan pemilihan umum (pemilu) 2024. Komentar Mahfud MD soal putusan penundaan pemilu 2024 kemudian menjadi perhatian masyarakat.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mohammad Mahfud Mahmodin (Mahfud MD) memberikan tanggapan terkait penundaan tersebut melalui akun Instagram-nya, Kamis, 2 Februari 2023.
Komentar Mahfud MD Soal Putusan Penundaan Pemilu 2024
Mahfud MD menyebut tindakan dari PN Jakarta pusat adalah sensasi yang berlebihan. Dia mengatakan, vonis tersebut bisa memancong kontroversi dan mengganggu konsentrasi.
"Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN. Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar," ungkap Mahfud MD, dikutip Era.id dari akun @mohmahfudmd.
Terkait persoalan tersebut, Mahfud MD mengajak KPU naik banding dan melakukan perlawanan hukum secara optimal.
"Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut," lanjutnya.
Tak sampai di situ, Mahfud MD kemudian menjelaskan alasan hukum dari pendapatnya dalam uraian panjang di bagian caption Instagram. Pertama, sengketa mengenai proses, administrasi, dan hasil pemilu diatur secara tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di PN.
Dia menerangkan, sengketa yang terjadi sebelum pencoblosan—jika terkait proses administrasi—yang memutuskan harus Bawaslu. Namun, jika terkait keputusan kepesertaan, paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN.
"Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara. Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya," jelasnya.
Dia juga menjelaskan bahwa perbuatan melawan hukum secara perdata tidak bisa dijadikan objek terhadap KPU terkait pelaksanaan pemilu.
Kedua, lanjut Mahfud MD, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Dia menegaskan, tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN.
Berdasarkan undang-undang (UU), penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya dapat diberlakukan oleh KPU untuk daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan diberlakukan untuk seluruh Indonesia.
Contohnya adalah adanya bencana alam di suatu daerah sehingga pemungutan suara tidak bisa dilakukan, maka bisa dilakukan penundaan. Selain itu, hal tersebut bukan berdasarkan vonis pengadilan, melainkan wewenang KPU.
Ketiga, lanjut Menko Polhukam, vonis PN terkait penundaan pemilu tidak bisa dimintakan eksekusi. Hal tersebut, tambahnya, harus dilawan secara hukum. Selain itu, rakyat bisa menolak secara masif jika akan dilakukan eksekuasi. Alasan dari hal tersebut adalah hak melakukan pemilu bukanlah hak perdata KPU.
Keempat, dia mengatakan bahwa penundaan pemilu yang dilakukan hanya karena gugatan perdata oleh partai politik (parpol) bertententang dengan UU dan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.
“Kita harus melawan scr hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul,” tandas Mahfud MD soal putusan penundaan pemilu.