Profil Thomas Djamaluddin, Peneliti BRIN yang Viral Akibat Pernyataan Kritis Terkait Penentuan 1 Syawal

| 26 Apr 2023 13:55
Profil Thomas Djamaluddin, Peneliti BRIN yang Viral Akibat Pernyataan Kritis Terkait Penentuan 1 Syawal
Thomas Djamaluddin, peneliti BRIN (antaranews)

ERA.id - Profil Thomas Djamaluddin, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menjadi sorotan usai membuat pernyataan kontroversial di media sosial terkait perbedaan waktu 1 Syawal antara Muhammadiyah dan pemerintah.

Menyikapi polemik yang dipicunya, Djamal menyampaikan permintaan maaf kepada warga Muhammadiyah melalui unggahan di akun Facebook-nya pada Selasa, 25 April 2023.

"Dengan tulus saya memohon maaf kpd Pimpinan dan warga serta teman2 Muhammadiyah. Semoga kesatuan ummat bisa segera terwujud," ungkap Djamal dengan unggahan gambar berisi pernyataan permintaan maaf dan klarifikasi.

Thomas Djamal Terkait Penentuan 1 Syawal

Djamal menjelaskan, dia meminta maaf dengan tulus atas sikap kritisnya terhadap kriteria wujudul hilal yang dia anggap telah usang secara astronomis.

Ilustrasi pengamatan hilal untuk menentukan waktu 1 Syawal (situs resmi BRIN)

Dia mengaku tidak memiliki kebencian atau kedengkian terhadap organisasi Muhammadiyah. Dia juga mengatakan bahwa Muhammadiyah merupakan aset bangsa yang luar biasa.

Djamal menambahkan, dirinya hanya ingin mendorong terjadinya perubahan untuk sama mewujudkan kesatuan umat secara nasional. Dia juga mengatakan, setiap terjadi perbedaan hari raya dirinya sering mengingatkan bahwa perbedaan tersebut seyogianya dapat diselesaikan, bukan dilestarikan.

"Sekali lagi saya mohon maaf dengan tulus kepada pimpinan dan warga Muhammadiyah atas ketidaknyamanan dan kesalahfahaman yang terjadi," tegasnya.

Profil Thomas Djamaluddin

Dikutip Era.id dari situs web resmi UIN Antasari, Thomas Djamaluddin lahir pada 23 Januari 1962 di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Dia lahir dengan nama Djamaluddin. Ayah Djamal adalah Sumaila Hadiko, purnawirawan TNI AD, sedangkan ibunya Duriyah.

Ketika kecil, Djamaluddin kerap sakit. Dalam tradisi Jawa, terdapat kebiasaan mengganti nama anak yang sakit-sakitan. Oleh sebab itu, nama Djamaluddin diganti dengan Thomas.

Penggantian tersebut terjadi saat Djamal berusia tiga tahun dan terus digunakan hingga dirinya duduk di bangku SMP. Setelah itu, Djamal menyadari bahwa terdapat ketidakcocokan antara dokumen kelahiran dengan dokumen yang lain, kemudian dia menggabungkan nama lamanya dengan nama barunya menjadi Thomas Djamaluddin.

Sejak SMA, nama Thomas Djamaluddin lebih sering disingkat menjadi T. Djamaluddin. Berdasarkan pengakuan Djamal, nama Thomas tidak memiliki makna jika dilihat dari sudut pandang Islam, sedangkan dia terlahir di keluarga muslim. Kesadaran membuatnya memunculkan kembali nama Djamaluddin dan menyamarkan nama Thomas menjadi T. untuk menunjukkan identitas keislamannya.

Sejak tahun 1965, masa kecil Djamal dihabiskan di Cirebon, Jawa Barat. Dia pergi dari Cirebon pada 1981, yaitu setelah Djamal diterima di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Di kampus tersebut, dia memilih Jurusan Astronomi. Hal tersebut sesuai minatnya yang sudah ada sejak masih SMP. Djamal mulai tertarik dengan dunia astromo setelah kerap membaca buku dan majalah mengenai UFO.

Dia pun terpacu untuk mencari tahu lebih jauh mengenai banyak pengetahuan alam semesta dari Encyclopedia Americana dan buku-buku lain yang ada di perpustakaan SMA. Kajian tersebut dia pelajari dan sandingkan dengan kajian Al-Qur’an dan hadis.

Ketika SMA, Djamal membuat tulisan berjudul UFO, Bagaimana menurut Agama dan dimuat di majalah ilmiah populer Scientae. Hal tersebut menjadi awal mula karya tulis Djamal dipublikasikan.

Pengetahuan mengenai Islam telah dia pelajari sejak kecil dan terus berlanjut hingga dewasa. Hal tersebut tidak terlepas dari keluarga, sekolah, dan lingkungan sosialnya.

Setelah lulus dari ITB, Thomas Djamaluddin menjadi peneliti antariksa  di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung. Pada tahun 1988—1994 dia mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di jenjang S-2 dan S-3 di Jepang, tepatnya di Department of Astronomy, Kyoto University. 

Rekomendasi