ERA.id - Salju abadi di Papua, tepatnya di Puncak Jaya, Pegunungan Cartenz, terancam punah pada tahun 2025. Sebelumnya, potensi lapisan es yang mencair itu sudah diperingatkan oleh sejumlah pihak, baik Badan Meteorologi, Geofisika, dan Klimatologi (BMKG) ataupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut BMKG, dalam beberapa dekade terakhir, salju abadi di Puncak Jaya itu mencair secara signifikan.
Hasil riset analisis paleoklimat berdasarkan inti es yang dijalani oleh BMKG bersama Ohio State University, Amerika Serikat, menyimpulkan, pencairan gletser setiap tahunnya di Puncak Jaya terjadi sangat masif.
Penyebab salju abadi terancam punah
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan, penyebab salju abadi di Puncak Jaya mencair adalah pemanasan global dan perubahan iklim yang tengah terjadi di seluruh dunia.
“Dalam beberapa dekade terakhir dilaporkan terjadi penurunan drastis luas area salju abadi di Puncak Jaya,” kata Dwikorita, mengutip laman BMKG.
Laporan BMKG mencatat, pada tahun 2010, salju abadi tersebut memiliki ketebalan es mencapai 32 meter.
Namun, karena terjadinya perubahan iklim di dunia, lapisan es itu terus mengalami pencairan. Sampai tahun 2015, laju penurunan ketebalan es berkisar satu meter per tahun.
Kondisi pun kian memburuk pada tahun 2015-2016 ketika Indonesia dilanda fenomena El Nino kuat di mana suhu permukaan menjadi lebih hangat.
Gletser pun di Puncak Jaya mencair hingga 5 meter per tahun. Pencairan salju abadi tersebut terus berlanjut.
Pada tahun 2015-2022, BMKG mencatat ketebalan es mencair hingga 2,5 meter per tahun. Ketebalan es yang tersisa pada Desember 2022 diperkirakan hanya 6 meter.
Sementara itu, tutupan es pada tahun 2022 berada di angka 0,23 kilometer persegi atau turun sekitar 15 persen dari luasan pada bulan Juli 2021, yaitu 0,27 kilometer persegi.
“Fenomena El Nino tahun 2023 ini berpotensi untuk mempercepat kepunahan tutupan es Puncak Jaya,” papar Dwikorita.
Salju di Puncak Jaya mencair, Apa Dampaknya?
Dalam beberapa tahun ke depan, keberadaan salju abadi saat ini terancam punah.
Tidak hanya menghilangkan fenomena langka tersebut, kepunahan salju abadi di Puncak Jaya juga mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di wilayah dan ekosistem sekitar salju abadi yang juga terancam punah.
“Dampak lain dari mencairnya es di Puncak Jaya adalah adanya kontribusi terhadap peningkatan tinggi muka laut secara global,” kata Dwikorita.
Oleh karena itu, menurut Dwikorita, hal ini menjadi tugas penting bagi seluruh pihak untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya menjaga lingkungan.
Upaya mitigasi perubahan iklim sepatutnya menjadi fokus dari seluruh aksi yang dilakukan.
Mencairnya salju abadi di Puncak Jaya adalah sebuah bukti nyata bahwa perubahan iklim memberikan dampak yang besar bagi kehidupan.
Fenomena langka salju di Puncak Jaya
Fenomena salju di Puncak Jaya adalah hal yang langka karena Indonesia tidak mempunyai riwayat musim salju.
Kemunculan salju di puncak ketinggian 4.884 mdpl tersebut dikarenakan temperatur puncak yang sangat dingin. Di puncak tersebut, untuk tiap ketinggian 100 meter, temperatur udara akan turun 1 derajat.
Dengan ketinggian gunung 4.884 mdpl, temperatur di Puncak Jaya akan turun sekitar 49 derajat celsius dari temperatur yang ada di permukaan laut.
Sebagai permisalan, jika temperatur di pantai 30 derajat celsius, maka temperatur di Puncak Jaya berkisar -19 derajat celsius. Temperatur suhu itulah yang menciptakan fenomena salju abadi di Puncak Jayawijaya.
Demikianlah ulasan tentang salju abadi di papua yang terancam punah pada tahun 2025. Dari fenomena ini, kita semakin memahami pentingnya pengaruh iklim terhadap lingkungan.
Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…