ERA.id - Komisioner KPU RI Idham Holik menjelaskan kriteria ODGJ yang boleh nyoblos Pemilu 2024. Kriteria yang ditetapkan antara lain, pemilih tidak mengalami gangguan jiwa secara permanen dan tidak ada surat keterangan tidak bisa memilih.
Kriteria ODGJ yang Boleh Nyoblos Pemilu 2024
“Iya, pemilih yang menderita gangguan jiwa, dapat memperoleh hak memilih. Sepanjang tidak mengidap gangguan jiwa permanen,” jelas Idham dalam keterangan persnya, Selasa (26/12/2023).
Surat keterangan tersebut, Idham melanjutkan, diterbitkan dari pihak rumah sakit atau dokter yang merawat ODGJ.
“Menjelaskan, bahwa yang bersangkutan tidak mampu (atau bisa) memberikan suara di TPS,” kata Idham.
Selanjutnya, Idham mengatakan, dalam Peraturan KPU (PKPU) juga sudah tertulis pasal yang menyinggung pemilih ODGJ.
“Syarat sebagai pemilih, sebagaimana termaktub Pasal 4 Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2022, harus terpenuhi oleh pemilih yang menderita gangguan jiwa tersebut,” ujar Idham.
Sebelumnya diberitakan, KPU memastikan, ODGJ dapat memanfaatkan hak pilihnya dalam Pemilu 2024. Namun, ODGJ harus mendapatkan pengawasan dari tenaga kesehatan atau ahli yang sebelumnya ditugaskan sebagai pengampunya.
“Dulu ada ketentuan, orang yang sedang terganggu jiwanya, tidak diberikan hak pilih. Tapi, undang-undangnya sudah direvisi, tidak ada kategorisasi seperti itu lagi,” jelas Ketua KPU Hasyim Asyari di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Dia mengungkapkan, KPU Daerah (KPUD) di kabupaten/kota akan melakukan koordinasi dengan para pengampu ODGJ tersebut.
“Untuk menentukan, apakah ODGJ bisa menggunakan hak pilih atau tidak, itu pada hari pemungutan suara,” kata Hasyim.
KPU menjelaskan, bagi penyandang ODGJ ketika mencoblos, tidak ada penambahan waktu atau durasi. Waktunya pun sama, yaitu mulai pukul 07.00 sampai 13.00 WIB.
“Pengampunya di bawah rumah sakit jiwa maupun panti sosial. ODGJ bisa memilih adalah WNI, sudah/pernah menikah, usia 17 tahun ke atas,” jelas Hasyim.
Anggota KPU Idham Holik menambahkan, kriteria ODGJ yang boleh nyoblos. Dia menuturkan, selama pemilih tidak mengalami gangguan jiwa permanen dan tidak ada surat keterangan dia tidak bisa memilih, maka orang tersebut punya hak untuk mencoblos saat Pemilu nanti.
Potensi Kecurangan oleh Pihak Tertentu
Sementara itu, annggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera menilai, aturan tersebut akan dapat dijalankan dengan baik jika KPU bersikap transparan dalam hal berapa banyak dan di mana saja ODGJ yang akan mencoblos.
Mardani juga berpendapat, kebijakan tersebut tetap ada potensi diakali pihak-pihak yang hendak melakukan kecurangan.
Dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXIII/2015, MK menjelaskan Pasal 57 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sepanjang frasa “terganggu jiwa/ingatannya” tidak diartikan sebagai gangguan jiwa dan/atau gangguan ingatan permanen yang menurut profesional bidang kesehatan jiwa telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih dalam pemilihan umum.
Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…