ERA.id - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, meskipun banyak pro dan kontra terkait keterlibatan TNI di dalam tugas-tugas kepolisian, namun kekuatan TNI dibutuhkan untuk menangani aksi terorisme di Indonesia.
"Inilah pro dan kontra. Komprominya, terorisme pidana, tetapi karena banyak yang tak cuma pidana dan hukum, maka dicantumkanlah TNI bisa ikut tangani aksi terorisme, dan keterlibatan TNI diatur Peraturan Presiden (Perpres)," ujar Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/7/2020).
Mahfud mengatakan, Perpres yang dimaksud sudah jadi dan sudah berada di DPR. Dia tak menampik, saat rancangan itu dibahas, ada sejumlah perdebatan di tengah masyarakat.
Dia juga mengklaim telah berkomunikasi dengan sejumlah kalangan, termasuk teman-teman LSM untuk menjelaskan bahwa teror itu bukan urusan hukum semata, tidak semuanya diselesaikan hanya oleh polisi.
"Akhirnya semuanya memahami. Saya sudah ditugaskan Presiden mengharmoniskan. Tinggal beberapa yang perlu diperbaiki dan dalam waktu tidak lama DPR akan segera memproses," ujar dia.
Dia meyakini setelah TNI diberikan tugas untuk menangani terorisme di Indonesia, mereka akan bersikap profesional. Apalagi, TNI punya pasukan yang siap menangani kegiatan terorisme.
"Kalau kita lihat akan sangat rugi kalau ada pasukan hebat tidak digunakan untuk mengatasi terorisme. Denjaka, Kopassus, dan pasukan elite lainnya punya kemampuan penanggulangan terorisme tentu sesuai dengan skala, jenis kesulitan, dan situasi tertentu," ujarnya.
Untuk diketahui, rancangan Perpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme telah diserahkan ke DPR pada 4 Mei lalu. Selanjutnya, DPR akan memberikan pertimbangan merujuk aturan di atasnya yaitu UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sejak rancangan tersebut diserahkan ke DPR, gelombang penolakan terus terjadi. Sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat bahkan membuat petisi menolak rancangan Perpres tersebut.