Kritik Sampah Plastik Lewat Lakon Teater 'Juragan Kumed'

| 09 Nov 2019 17:10
Kritik Sampah Plastik Lewat Lakon Teater 'Juragan Kumed'
Pertunjukan teater lakon “Juragan Kumed” (Iman Herdiana/era.id)
Bandung, era.id – Sampah masih menjadi problem serius bagi kota-kota di Indonesia, tak terkecuali di Bandung dan Cimahi, Jawa Barat. Bahkan puncak persoalan sampah di Bandung Raya tersebut menimbulkan tragedi longsor sampah Leuwigajah yang menewaskan lebih dari 100 orang pada 2005. Namun hingga kini persoalan sampah tak kunjung selesai. Sampah kembali menggunung di TPS-TPS bersama bencana yang mengintai setiap waktunya.

Peringatan bahaya sampah itu disuarakan kelompok teater Bandoengmooi lewat lakon “Juragan Kumed” di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung, Jumat malam (8/11/2019). Background panggung sengaja didekor penuh sampah plastik berwarna-warni, benda yang menjadi masalah serius di darat maupun perairan Indonesia.

Juragan Kumed mengisahkan Somad, juragan kaya raya sekaligus pemilik lahan yang dijadikan Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Sebagaimana judulnya, Somad dijuluki juragan 'kumed' yang dalam bahasa Indonesia berarti pelit atau kikir.

Ketika warga mengeluhkan keberadaan TPS karena mencemari tanah dan air mereka, Somad tak mau bertanggung jawab. Pun ketika pak kades meminta santunan terhadap Somad karena ada salah seorang pemulung yang tertimpa longsoran sampah, Somad ogah mengeluarkan koceknya.

Somad pada malam hari menyuap pak kades agar meredam gejolak warga yang keberatan dengan keberadaan TPS. Di sisi lain, Somad juga kesepian. Dia ditinggal perempuan pujaannya, Euis yang menikah dengan lelaki lain. Selama hidup dalam gelimang harta, Somad meratapi dan membenci Euis yang dianggapnya pengkhianat.

Suatu waktu Euis datang kepada Somad. Dia menuntut Somad sadar bahwa TPS tersebut merusak warga dan lingkungan. Namun Somad tetap mempertahankan TPS mengingat sewa TPS tersebut sangat besar, sayang jika dilepas begitu saja. Somad tetap keras kepala manakala Euis bilang bahwa pemulung yang tewas karena longsor sampah tempo hari adalah anaknya.

Selain mengisahkan sosok Somad yang kikir dan korup, teater “Juragan Kumed” juga memotret kehidupan rakyat jelata yang hidup dari mengais rongsokan di tengah tumpukan sampah. Di tengah kesulitan mereka dalam melakoni hidup, tiba-tiba hujan lebat turun. Tumpukan sampah plastik yang menggunung menjadi latar panggung bergerak bagai ombak yang menyerang warga termasuk juragan Somad.

Komunitas seni Bandoengmooi memang sengaja menggelar pertunjukan bertemakan lingkungan hidup. Sutradara sekaligus penulis naskah Hermana HMT bilang, lakon berdurasi sekitar 60 menit itu menunjukkan sikap kelompok teaternya pada masalah lingkungan.

Menurutnya, pertunjukan seni bukan sekedar ingin menghibur penonton, tapi lebih dalam dari itu tiap pertunjukan harus memiliki muatan edukasi, membangun kecerdasan dan kesadaran pada masyarakat tentang permasalahan sosial dan tentang kelestarian lingkungan hidup.

“Dalam pertunjukan ini kami mencoba mengingatkan kembali pada diri sendiri, anggota komunitas dan masyarakat tentang persoalan sampah, cinta dan kolusi,” ucap Hermana yang juga pimpinan Bandoengmooi.

Di luar kontek pertunjukan, Hermana bilang, praktek pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah industri sebatas diangkat oleh petugas pengumpul sampah dan dibuang ke tempat pembuangan akhir tanpa pengolahan. Bahkan masih banyak yang dibuang di sembarang tempat dan ke sungai sehingga mencemari tanah, air, udara dan menibulkan berbagai penyakit.

Hermana mengimbau, persoalan sampah harus diselesaikan di hulu agar sampah tidak bertumpuk di suatu tempat membentuk pegunungan dan rawan menimbulkan bencana. Sampah mesti habis di rumahan dan industri sehingga tidak banyak dibuang ke TPS atau TPA. Untuk itu, pemerintah daerah sebagai regulator jangan bosan-bosan mengedukasi dan melibatkan partisipasi masyarakat dalam memberikan solusi pengelolaan sampah.

Pertunjukan teater “Juragan Kumed” adalah cerita fiksi tapi terinspirasi oleh peristiwa yang menggemparkan dunia, yaitu tragedi longsornya TPA Leuwigajah, Kota Cimahi, tahun 2005.

“Lewat pertunjukan ini kami ingin mengingatkan kembali pada masyarakat bahwa sampah senantiasa menimbulkan hal buruk bagi kehidupan dan lingkungan. Sebaliknya sampah bisa bermanfaat bagi kehidupan jika dikelola dengan baik, di antaranya sampah bisa menghasilkan berbagai produk baru (hasil daur ulang), pupuk, makanan ternak, gas dan listrik,” jelas Hermana.

Rekomendasi