Kelompok Teater Bandoengmooi, Anggotanya Dari Mahasiswa Sampai Tukang Ojek

| 23 Nov 2019 12:31
Kelompok Teater Bandoengmooi, Anggotanya Dari Mahasiswa Sampai Tukang Ojek
Aktivitas latihan teater Bandoengmooi (Dok. Bandoengmooi)
Bandung, era.id - Tontonan di era digital ini semakin mudah didapat. Di sisi lain masih ada seniman yang setia menggelar pertunjukan dari panggung ke panggung seperti teater dan lain-lain. Bagi mereka, zaman boleh berubah, tetapi kesenian tetap harus jalan. Karena seni punya jalannya sendiri termasuk dengan memanfaatkan perangkat digital.

Pergulatan dengan seni pertunjukan ini dilakukan Bandoengmooi, kelompok teater yang mulai beraktivitas sejak 1996. Waktu itu, Indonesia masih dipimpin rezim militer Orde Baru. Di tengah penguasa yang anti kritik, banyak kalangan memakai seni sebagai media menyalurkan ekspresi maupun perlawanan terhadap kekuasaan Orde Baru.

Hermana HMT, pimpinan Bandoengmooi, bilang bahwa Bandoengmooi berdiri atas prakarsa Aendra H. Medita (jurnalis/seniman), Dodi Rosadi (seniman) dan beberapa pegiat seni lainnya. Program pertama sekaligus peluncuran komunitas ini, yakni diselenggarakan pameran lukisan karya pelukis Rosid (1996).

Tahun 1997, situasi sosial dan politik Indonesia tengah panas-panasnya. Ini adalah tahun penghujung kekuasaan Presiden Soeharto. Di tengan situasi itu, lanjut Hermana, kelompok teater ini aktif melakukan kegiatan bersama mahasiswa. Bukan hanya pertunjukkan, kelompok ini juga aktif menggelar diskusi dengan mahasiswa. Salah satunya diskusi tertutup dan sembunyi-sembunyi yang mengulas kebebasan pers dengan mengundang pers mahasiswa se-Indonesia. Waktu Orde Baru berkuasa, pers memang dibungkam.

Tahun 1998, Bandoengmooi pertama kali menggelar pertunjukan teater monolog berjudul “Terkapar” dengan aktor Hermana HMT dan lakon “Brehoh” karya Aendra H. Medita. Sejak itu hingga kini Bandoengmooi lebih dominan menggelar pertunjukan teater modern maupun teater tradisional (longser).

“Walau pentolan-pentolan Bandoengmooi sudah pada sibuk dengan pekerjaannya masing-masing namun tetap menjalin komunikasi dan senantiasa dapat dukungan dari mereka,” ungkap Hermana, kepada Era.id, baru-baru ini.

Bandoengmooi aktif melakukan perekrutan anggota. Sebagai komunitas yang independen, kelompok seni ini kini fokus pada pengembangan sumber daya manusia di dunia seni dan budaya. Menurutnya, siapa pun boleh masuk dan terlibat langsung di komunitas ini. Visi misi Bandoengmooi adalah pendidikan, konservasi, revitalisasi, dan inovasi seni dan budaya lokal.

Kini, anggota aktif Bandungmooi ada 35 orang. Mayoritas anggotanya anak muda, bahkan remaja. “Usia anggota kami maksimal 40 tahun. Tapi kebanyakan antara 15-30 tahun,” katanya.

Jika Bandungmooi pentas, hampir semua anggota berada di atas panggung sehingga pertunjukan terasa kolosal. “Itu baru yang aktif, yang tidak aktif lebih banyak lagi. Anggota kami beragam, mulai pelajar (SMA), mahasiswa, buruh, tukang ojek, pegawai bank, pegawai toko, pekerja lepas,” urai Hermana.

Nama Bandoengmooi sendiri berarti “Bandung yang indah”. “Mooi” adalah bahasa Belanda yang berarti “indah”. Di bawah binaan Hermana, Bandoengmooi setiap tahun melakukan pelatihan seni khususnya teater tradisional longser dan teater modern. Di samping itu juga mengembangkan seni helaran Bangbarongan Munding Dongkol, melakukan pemuliaan terhadap air bersih melalui kegiatan Upacara Adat Hajat Cai, dan gelar pertunjukan dengan konsisten mengusung tema pemeliharaan lingkungan hidup serta kritik sosial lewat bahasa seni.

Zaman digital di mana komunikasi lebih mudah, akses terhadap video atau hiburan kian gampang, tak dianggap hambatan bagi pergelaran pertunjukan Bandoengmooi. Sebaliknya, Hermana lebih melihat sisi positifnya, antara lain dengan memanfaatkan perkembangan zaman ini. Misalnya, lanjut Hermana, pihaknya memanfaatkan media sosial (medos) untuk publikasi acara. 

“Sekarang tidak perlu bikin poster atau sepanduk banyak-banyak dalam bentuk fisik, tapi poster bisa disebar langsung di medsos dan jangkauannya lebih kuat,” katanya.

Bahkan menurutnya adanya internet atau Youtobe maupun medsos, tidak menyurutkan generasi muda untuk belajar atau menggeluti seni. Adanya layanan pesan aplikasi seperti Whatsapp juga memudahkan dalam berkoordinasi, misalnya menentukan jadwal latihan hingga berbagi naskah garapan. Para pemain pun tinggal baca naskah di ponsel cerdas mereka, tidak lagi mengandalkan mesin foto kopi.

Meski ada sedikit kendala di zaman yang serba canggih ini, ketika lagi proses latihan konsentrasi mereka kadang terbagi dengan hp. Namun itu bisa diatasi. “Ya, teknologi harus menjadi pendukung sehingga kami tidak ketinggalan perkembangan zaman,” kata Hermana yang popular disapa Mang itu.

Hermana sendiri pria kelahiran Cimahi, 11 Oktober 1969. Tumbuh dikeluarga yang seneng menggeluti dunia seni. Dari masa anak-anak sudah diperkenalkan dengan dunia seni terutama seni tradisional Sunda. Menginjak usia 8 sampai dengan 15 tahun sering tampil dalam pertunjukan Rampak Sekar (vokal grup Sunda) dan Gondang (Dramaswara/teater rakyat) di Cimahi. Masuk SMA (1986).

Ia mulai menggeluti dunia teater modern dengan bergabung bersama Teater Bapensi Bandung. Dari tahun 1989 bergabung dengan Teater Bel Bandung, aktif sebagai pemain, pelatih, dan penata artistik. Di tengah proses bersama Teater Bel, ia ikut pendidikan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) – ISBI Bandung. Ia lulus Strata 1 Penyutradaraan.

Tahun 1991 ia mendirikan Kelompok K282 Bandung yang kini lebih aktif pentaskan Teater Tradisional Longser. Tahun 1994-1995 berkerja di sebuah Production House (PH) di Jakarta. Setahun kemudian ia bergabung di komunitas seni Bandoengmooi. Ia juga turut mendirikan Kelompok Komedian OBSET (1997) dan mengisi program di TVRI Bandung. Kemudian mendirikan Kelompok Longser Pancakaki bersama mahasiswa STSI-ISBI Bandung dan mengisi program Longser Plus di TVRI Bandung dan roadshow ke kabupaten/kota di Jawa Barat.

Tags : seni tari
Rekomendasi