ERA.id - Istilah "hidung belang" dan "mata keranjang" tidak muncul begitu saja. Ia diasosiasikan dengan kata cabul. Dalam KBBI, mata keranjang diartikan sebagai sifat yang selalu merasa birahi apabila melihat lawan jenisnya; sangat suka pada perempuan (lelaki).
Sejarawan cum jurnalis, Alwi Shahab, pernah mengutarakan pandangannya soal "mata keranjang". Katanya, istilah itu berawal saat di Batavia (Jakarta) pada sekira tahun 1940-50an. Pada masa itu, banyak noni atau nona Belanda yang meluangkan waktu senggang mereka berolah raga.
Salah satu olah raga yang mereka sukai adalah basket (bola keranjang). Masalahnya, setiap kali mereka bermain basket, banyak pemuda pribumi yang menonton. Bukan permainan para noni, tapi paha putih mulus mereka yang menjadi objek tontonan.
Karena itu, muncullah cibiran dan istilah "mata keranjang" dari para noni Belanda kepada para pemuda pribumi. Dan hingga kini, istilah itu masih tetap digunakan oleh para wanita kepada para pria yang senang menggoda wanita lain.
Sementara untuk "hidung belang" kisahnya begini, saat itu perempuan Indonesia bernama Saartje Specx kepergok sedang berasyik masyuk bersama seorang perwira Belanda bernama Pieter Cortenhoeff.
Tak tanggung-tanggung, pergumulan itu dilakukan di kamar Jan Pieterzoon Coen, Gubernur Jenderal VOC! Kok bisa? Saartje adalah anak pejabat tinggi VOC, Jacques Specx. Sedangkan Cortenhoeff adalah pengawal Jan Pieterzoon Coen.
Saat Pieter Cortenhoeff disidang, ia akhirnya dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukumuan gantung di tengah kota. Sebelum menjalani hukuman, ia dipermalukan, hidungnya dicorengi arang hingga tampak belang. Sejak itu, semua orang yang tertangkap basah sedang mesum, dicorengi arang hidungnya.
Kisah itu tercatat dalam novel romans 285 halaman berjudul Vrouwen naar Jacatra karya A. Den Hertog yang diterbitkan tahun 1934.