ERA.id - Jika menonton sinetron laga atau action sejenis "Deru Debu" dan lain-lain pada medio 90-an, kita mungkin akrab dengan mobil yang kerap dipakai para penjahat yakni Toyota Hardtop. Saking seringnya dipakai oleh penjahat atau preman, Hardtop diidentikkan dengan mobil "penculik".
Mengapa bisa begitu? Lantas bagaimana sejarahnya Hardtop bisa masuk ke Indonesia? Pertama, mari kita bahas dulu soal Hardtop yang dipakai penjahat di sinetron. Dulunya, mobil ini hanya dipakai untuk menarik genset yang digunakan kru film atau sinetron. Tetapi untuk menghemat dana, mengapa tidak kalau Hardtop dipakai untuk adegan penculikan atau kejahatan?
Soal sejarahnya? Begini: Dilansir dari Seva.id, Toyota Land Cruiser pertama kali lahir di Jepang pada tahun 1951. Tampangnya memang sangar dan macho. Sangat maskulin. Amerika Serikat memesan langsung mobil ini pada pihak Toyota dan mengganti namanya dengan Jeep BJ. Saat itu, Toyota Land Cruiser ini akan digunakan untuk berperang, test driver Toyota Ichiro Taira mengendarai prototipe Jeep BJ ini sampai ke tingkat keenam Gunung Fuji. Hebat kan?
Pada medio 1954, nama Land Cruiser mulai dikenalkan Toyota secara resmi. Saat itu, kompetitornya bernama Land Rover. Hingga saat ini, kedua mobil ini masih saling merebut pasar dengan produk Jeep. Seiring perkembangan, Toyota Land Cruiser memiliki kembaran yakni Lexus LX sejak tahun 1996.
Nah, setelah itu, Toyota berinovasi lagi dengan mengeluarkan Toyota Land Cruiser seri FJ40 pada 1960. Ia mengaspal hingga 1984 sebelum digantikan dengan generasi berikutnya. Kenapa kodenya FJ40? Ternyata, untuk mengenalkan bahwa Toyota seri J (Land Cruiser) dengan mesin seri F generasi 4 dengan model bodi 0.
Di Indonesia
Masuknya FJ40 ke Indonesia diawali dari kunjungan pejabat militer Indonesia ke Jepang pada tahun 1960. Di sana, para tentara terpesona melihat Toyota FJ40 jadi kendaraan militer Jepang. Kepincut, Pemerintah Indonesia lalu mengimpornya untuk dipakai Tentara Nasional Indonesia. Saat itu, mobil ini terkenal dipakai oleh Resimen Tjakrabirawa, penjaga keamanan Presiden RI pada zaman pemerintahan Soekarno. Sekarang pasukan ini lebih dikenal dengan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
Lama-kelamaan, masyarakat umum mulai banyak menggunakan Toyota FJ40, karena sudah diproduksi di Indonesia. Pada 1970, PT Gaya Motor (anak perusahaan PT Astra Internasional Tbk) merakit Toyota FJ40 di Jalan Sulawesi 2, Tanjung Priok. FJ40 diciptakan dalam berbagai varian seperti Hardtop, Canvas Top dengan short dan medium wheelbase, Pick-up dengan short dan long wheelbase, Station Wagon, serta Troopcarrier.
Namun untuk produksi di Indonesia, hanya ada versi Hardtop tiga pintu. Sementara versi Canvas Top lebih banyak digunakan untuk kepentingan militer. Otomatis, Hardtop lebih mudah digandrungi oleh masyarakat biasa Indonesia pada masa itu.
Kini, Hardtop sudah melegenda. Jejaknya kini sulit ditemukan lagi di aspal, di jalanan Indonesia. Walau rangka dan bodinya kokoh. Ia tak lagi membuat masyarakat kepincut seperti dulu. Semua karena Hardtop berhenti diproduksi pada tahun 1984.
Meski begitu, bukan berarti ia dilupakan dan hilang. Jika Anda ke kawasan Bromo di Jawa Timur atau mengikuti Lava Tour Merapi di Yogyakarta, pasti tidak asing dengan Toyota FJ40 ini.
Sekedar informasi, Toyota FJ40 harganya masih cukup mahal hingga ratusan juta rupiah, apalagi masih orisinil dan full restorasi. Kini, Hardtop hanya karib dipakai kalangan off-roader. Semuanya karena persoalan keamanan dan kenyamanan.
Bayangkan saja, saat mobil terguling, baik pengemudi dan penumpang tetap terlindungi keselamatannya, itu jika pakai roll bar ya. Pada Hardtop kita mesti memberi jempol, sebab hampir tidak ada fitur canggih yang terpasang padanya namun kuatnya bukan main jika diajak menelusuri hutan belantara, off-road, atau bahkan terjebak di lumpur.