Fenomena Xenomania sudah sangat melekat dengan kehidupan milenial dan mulai mempengaruhi tata bahasa hingga budaya. Ada kekhawatiran, suatu saat pemakaian bahasa Indonesia yang baku tersingkirkan oleh bahasa khas anak muda tersebut.
Tapi, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dadang Sunendar tidak mempersoalkan itu. Dia malah membolehkan bahasa gaul masuk ke dalam interaksi sosial di masyarakat.
"Saya melihat badan bahasa ini kan badan yang harus menghormati rasa yang hidup di masyarakat termasuk bahasa anak muda bahasa gaul itu dinamika bangsa itu akan begitu terus sampai akhir zaman pun tetap begitu Jadi saya tidak khawatir dengan adanya bahasa gaul zaman saya juga ada bahasa gaulnya," ujar Dadang.
Sedangkan menurut Ketua Program studi Sastra Indonesia UNJ, Miftahulkhairah Anwar, penggabungan kata Inggris dan Indonesia disebut dengan campur kode. Penggabungan tersebut sebetulnya tidak menabrak aturan, namun hal ini menunjukkan bahwa masih ada sebagian orang yang merasa bangga jika menggunakan bahasa asing.
"Mereka punya sikap, semakin sering menggunakan bahasa inggris, maka mereka merasa semakin terlihat berkelas," kata Hera.
Lalu slogan "cintai produk lokal" juga semakin memudar, ketika anak muda bangsa lebih bangga menggunakan produk buatan asing ketimbang lokal.
Jadi, gimana pendapatmu tentang fenomena Xenomania ini?