Ngobrol Bareng Amien Rais: Jokowi Itu "Monster"

| 05 Aug 2024 19:55
Ngobrol Bareng Amien Rais: Jokowi Itu
Ilustrasi. (Era.id/Luthfia Arifah Ziyad)

ERA.idAmien Rais masih tampak sehat dan jenaka. Hanya saja tempo bicaranya sudah melambat. Dan napasnya tak sepanjang dulu waktu masih menjabat Ketua MPR. Saat kami menyambangi rumahnya di bilangan Gandaria, Jakarta Selatan, Sabtu (27/7/2024) silam, ia langsung menyambut kami dengan jalan yang sudah agak membungkuk. 

“Saya setahun lebih tua dari Indonesia,” katanya. “Setahun lebih tiga bulan lah.”

Ia mengaku sudah pensiun dari dunia politik dan hanya bertindak sebagai pengamat di usia senjanya. Dua-tiga kali setiap bulan ia masih rutin menyambangi rumahnya di Sleman, Yogyakarta. Di sana, ia dan sang istri, Kusnasriyati mengembangkan yayasan pendidikan bernama Budi Mulia 2 di atas lahan seluas 10 hektare.    

Saat kami tanya apakah itu sudah cabang kedua, Amien Rais menjelaskan bahwa angka dua di belakang nama yayasannya berarti dunia dan akhirat, bukan cabang baru. “Budi Mulia 2 itu dua dunia dan akhirat,” ujarnya.

Di masa lalu, Amien Rais terkenal sebagai salah satu tokoh reformasi. Menjelang runtuhnya rezim Soeharto, tulisan-tulisannya kerap bertebaran di media mengkritik kebobrokan Orde Baru sejak 1997. Ia juga aktif menyuarakan agar calon presiden tidak melulu tunggal. Namanya pun sempat mencuat sebagai salah satu calon pemimpin alternatif, bersanding dengan Megawati dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Beberapa tahun sebelum itu, ia lebih dulu didapuk sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 1995-2000, hingga posisinya digantikan Ahmad Syafii Maarif saat ia sibuk dalam agenda reformasi 1998.

Amien dan sejumlah tokoh reformasi seperti Rizal Ramli, Toety Heraty, Albert Hasibuan, hingga Goenawan Mohamad lantas membentuk Majelis Amanat Rakyat (MAR) usai Tragedi Trisakti Mei 1998. Mereka meminta Soeharto segera mundur. Seminggu kemudian, sang diktator pun turun tahta. Dan tak menunggu waktu lama hingga akhirnya Amien mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) pada Agustus 1998.

PAN kemudian memperoleh 7,1 persen suara dalam Pemilu 1999, Amien pun dipilih sebagai Ketua MPR dan mendukung Gus Dur jadi presiden diwakili Megawati. Namun, lewat tangannya pula ia ikut melengserkan Gus Dur dari kursi kekuasaan. Sementara Amien terus menjabat Ketua MPR hingga 2004. Setelah itu, sang pendiri PAN tak pernah lagi mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif (pileg).

“Setelah saya selesai ketua MPR, saya tidak lagi ikut pileg karena sudah cukup. Jadi buat saya, akhir politik saya yang resmi jadi Ketua MPR,” ujarnya.

Meski tak lagi berdiri di atas panggung politik nasional, Amien tetap memilih memerhatikan segalanya dari sisi panggung. Dan 10 tahun terakhir ini, ia lebih dikenal sebagai oposisi pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saking seringnya ia melancarkan kritik pedas, sampai-sampai orang menganggapnya begitu membenci Jokowi.

Pada tahun 2020, Amien sampai menerbitkan buku karangannya berjudul “Risalah Kebangsaan, Pilihan Buat Pak Jokowi: Mundur atau Terus”. Buku itu ia berikan kepada kami sebagai buah tangan sebelum pamit pulang. 

Selama kurang lebih dua jam kami mengobrol, ia menjelaskan alasannya konsisten mengkritik Jokowi; harapannya kepada Prabowo Subianto; dan kekecewaannya kepada partai politik (parpol) dan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang dulu menaunginya, yaitu PAN dan Muhammadiyah. 

Mengapa Jokowi adalah monster di mata Amien Rais? Mengapa ia percaya dengan Prabowo? Mengapa ia cabut dari PAN? Dan bagaimana cara kekuasaan bekerja membungkam oposisi menurut Amien Rais? Simak wawancara lengkapnya.

Bagaimana kabarnya Pak Amien Rais?

Sehat walafiat dan saya bersyukur kepada Allah diberi usia yang agak banyak di atas rata-rata. Jadi 26 April kemarin saya persis 80 tahun. Jadi saya mengalami zaman Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi, dan Orde Jokowi 10 tahun.

Kita syuting hari Sabtu, kalau weekend begini Pak Amien kesibukannya apa sih?

Jadi sesungguhnya setelah saya selesai Ketua MPR, saya tidak lagi ikut pileg karena sudah cukup. Jadi buat saya, akhir politik saya yang resmi jadi Ketua MPR. Kemudian setelah selesai saya kembali ke home base ke Yogyakarta.

Alhamdulillah istri saya memang punya proyek yang lebih besar dari perkara politik itu, dalam arti kita ingin menyiapkan generasi muda yang lebih tangguh ilmunya, wawasannya, moralnya, agamanya, dan lain-lain. Jadi kita membuat Yayasan Budi Mulia 2.

Jadi kita punya sekarang tanah pendidikan itu kira-kira 10 hektare, kemudian pernah punya televisi lokal, tapi baru dua bulan lalu kami tutup karena tidak bisa bersaing dengan TV-TV lokal yang uangnya gede-gede itu. Jadi daripada kita losing money, mending kita tutup. 

Jadi saya ya setelah di politik kembali ke Jogja, terus ada agenda khutbah Jumat di berbagai masjid, dan waktu saya yang paling banyak memang untuk membaca. Kata banyak orang, untuk menunda senility atau pikun itu memang membaca.

Pak Amien Rais sebut karir politik paling tinggi di ketua MPR, lalu setelah itu balik ke home base jadi pendidik, tapi kalau orang umum melihat Pak Amien ini termasuk yang masih aktif setidaknya memerhatikan politik nasional, sampai akhirnya dari PAN membentuk Partai Ummat. Kenapa Pak Amien membentuk partai baru padahal sulit bersaing?

Saya menyadari itu. Jadi PAN itu Partai Amanat Nasional yang saya pendiri utamanya, kemudian diganti oleh Soetrisno Bachir, kemudian diganti Hatta Rajasa, dan diganti besan saya Pak Zulkifli Hasan.

Saya lihat ada kemerosotan prinsip ya, jadi mudah melacurkan prinsip demokrasi, prinsip akhlak dan moral, prinsip integritas. Karena, maaf, iming-iming mungkin tumpukan rupiah atau dollar atau apa pun. Sehingga lantas menjadi seperti partai yang lain, jadi mencari kursi, menumpuk pundi-pundi. Kemudian lantas, yang tidak disadari, mengizinkan bersama-sama Saudara Joko Widodo ini menjadi pemain demokrasi, tapi sejatinya sudah menghancurkan demokrasi itu sendiri. 

Zaman Pak SBY tidak ada pikiran Pak SBY itu mengambilalih atau mengkooptasi DPR/MPR. Selama Megawati itu tidak ada ceritanya. Gus Dur itu demokrat. Tetapi Mas Joko Widodo ini memang agak aneh, kelihatannya sederhana, ada orang mengatakan plonga-plongo dan lain-lain, tetapi yang dilakukan itu adalah proses democratic back sliding. Jadi meluncur terus, seperti kata pepatah, to the bottom. Sekarang ini demokrasi kita saya kira secara total sudah dilumpuhkan.

Di zaman Pak Jokowi ini?

Iya. Jadi yang tidak pernah dibayangkan oleh para politisi itu kan bahwa pada akhirnya Pak Jokowi mengidap penyakit nepotisme dan membangun dinasti, sehingga sekarang partai yang pernah membesarkan dia pun sudah menghajar, kemudian budayawan-budayawan terkenal, LSM-LSM yang juga tajam itu sekarang frontal menjadikan Pak Jokowi itu seolah public enemy number one.

Kalau saya memang sejak (Jokowi) jadi gubernur saya sudah mengkritik. Karena saya baca ini Wali Kota Solo jadi gubernur meninggalkan kemiskinan yang meningkat. Jadi dia belum selesai dua periode, tapi dari tahun ke tahun persentase kemiskinan itu terus naik. Ketika dia pergi ke Jakarta itu, kalau tidak salah udah 16-18 persen kemiskinan. Itu tidak bisa dibantah, karena itu adalah data BPS (Badan Pusat Statistik) resmi.

Kemudian mengapa saya mungkin dianggap termasuk yang paling kritis pada Pak Jokowi itu, pertama kan saya juga orang Solo ya. Berdasarkan pengalaman saya, ilmu yang saya cari di luar negeri, tujuh tahun saya tinggal di Amerika, tujuh tahun itu mendalami demokrasi dan lain-lain, dan pernah satu tahun di Mesir bertemu ulama-ulama top di sana, dan juga baca buku-buku yang ada di perpustakaan, kemudian kesimpulan saya memang ini sudah berlebihan, bahkan dari seorang yang kelihatannya lembek, kelihatannya dekat dengan rakyat.

Kapan Pak Amien Rais mendapat kesimpulan itu? Bahwa demokrasi Indonesia ini di tangan Pak Jokowi sedang merosot?

Sejak pemerintah yang sedang berkuasa itu menghilangkan oposisi. Pak Jokowi ini memang cerdik dan licik ya, bagaimana mungkin orang-orang bisa seolah dibeli, dikalahkan, dimasukkan ke kantong, sehingga kalau tidak salah 88 atau 90 persen anggota DPR itu iya iya saja, tidak berani membantah apa pun. 

UU Cipta Kerja itu jelas betul-betul melukai anak bangsa sendiri, para buruh kita sendiri, dan membungkuk kepada kepentingan asing terutama Cina. Tetapi ya begitu, cepat disahkan. Dan UU IKN itu kan juga grasak-grusuk, tidak pernah ada kajian yang mendalam, jadi morat-marit pendanaannya.

Ini semua karena melayani ambisi besarnya Jokowi itu, sehingga sekarang betul-betul berantakan. Dan saya kira Pak Jokowi tidak boleh lantas enak saja pergi lenggang kangkung kemudian melupakan kejahatan berderet itu.

Saya penasaran, menurut Pak Amien, sebetulnya rahasia kekuatannya Pak Jokowi ini di mana sih? Secara beliau businessman, tapi saya kira masih banyak yang lebih punya uang dibanding beliau. Lalu secara politik juga Pak Jokowi ini bukan orang yang punya partai. Kenapa bisa punya pengaruh sedemikian besar itu?

Jadi gini Mas, saya juga belum bisa memecahkan masalah ini. Karena Jokowi itu kan wali kota yang gagal, tetapi oleh lembaga survei di London, lembaga abal-abal yang dibayar itu untuk mendongkrak Jokowi, yang dari awal gagal itu menjadi salah satu wali kota terbaik di muka bumi. 

Jadi menurut saya yang sangat cerdas itu memang seseorang atau kelompok yang bisa menghadirkan sosok wali kota yang gagal, kemudian dengan ilmu tipu-tipunya itu ya, katanya ada sekolah SMK bisa membuat mobil, sudah 6.000 yang antri dan lain-lain, tapi itu kan cuma bohongan.

Kemudian tentu taktik tipu-tipu bohong ini itu bukan dari dia (Jokowi). Dia pelaksana juga. Saya kira bukan Luhut (orang di belakang layar Jokowi, red.). Luhut itu tetap, Luhut itu kan jenderal angkatan darat yang digembleng dengan sumpah prajurit, dengan sapta marga, dan lain-lain, saya kira dia tidak tegalah kalau ngibul seperti Joko Widodo ini. 

Tapi sudahlah, to cut the story short itu, sekarang dia (Jokowi) tinggal tiga bulan lagi.

Kemudian ya enough is enough. Jadi memang nanti Pak Prabowo itu tugasnya berat, selain dia mewarisi utang yang enggak ketulungan banyaknya itu, juga telah terjadi sesungguhnya perpecahan bangsa di Jokowi itu. Sebagian bangsa koncoku dan sebagian musuhku. 

Dan koncoisme itu lantas memperkecil otoritasnya itu. Saya katakan akhirnya dia sekarang menjadi public enemy number one itu memang kenyataan. Kalau saya katakan tidak berlebihan Pak Jokowi itu ketika jadi presiden itu kan jadi monster, monster itu artinya hantu, hantu yang menakutkan semua. Nah sekarang monster itu tiba-tiba sudah meleleh ya.

Bagaimana Pak Amien melihat pemerintahan selanjutnya di bawah kepemimpinan Pak Prabowo, optimistiskah?

Di sini saya berbeda dengan sebagian pengamat. Urusan pengamat itu mengatakan Prabowo melanggar HAM; Prabowo sudah kaya raya; Prabowo akan dengan tangan besi; pokoknya semua sumpah serapah kepada Pak Prabowo, tapi menurut saya itu sikap yang kemudian kalau terus seperti itu seperti orang bunuh diri. 

Prabowo itu manusia biasa, punya kekuatan punya kelemahan. Tidak adalah ya manusia kok sempurna kecuali nabi. Jadi jenderal yang paling top markotop, kalau dibedah tentu ada kelemahan. Manusia itu tidak ada yang sempurna. 

Nah kalau saya ingin berpikir positif Prabowo is the best available leader. Prabowo adalah pemimpin yang paling baik yang ada. Yang ada memang dia sekarang ini, udah dilantik lagi. Jadi yang penting malah bukan kita mengguncang Prabowo, tapi sebaiknya dikasih fair chance

Ya kita lihat Pak Prabowo setahun pertama, insyaAllah misalnya sudah kelihatan on the right track; korupsi diberantas; kemudian konglomerat-konglomerat yang menghancurkan bangsa ini mulai dibatasi; penegakan hukum tidak abal-abal; kelihatan pelan-pelan para koruptor yang gede-gede itu sudah mulai dikerangkeng; perhatian pada rakyat miskin itu juga makin bagus; dan pemerintah Indonesia itu netral tidak membungkuk sama Cina dan lain-lain; ya jadi setahun itu kita percaya. Kita wait and see dulu, fair chance

Tapi kalau kemudian tiba-tiba Pak Prabowo lebih buruk atau sama dengan Pak Jokowi, ya tentu harus kita angkat perlawanan.

Apa ini posisi yang akan diambil oleh Partai Ummat juga?

Oh ya pasti. Jadi saya termasuk orang yang saya kira sangat tahu Prabowo. Saya berteman dengan Prabowo itu bukan 5-6 tahun terakhir. Jadi pada Zaman Reformasi itu saya sudah sering ketemu dengan Pak Prabowo. Bahkan Pak Prabowo dalam sebuah makan malam keluarga ini cerita, Tutut (Tutut Soeharto, eks istri Prabowo, red.) bilang (ke mertua Prabowo, Soeharto, red.), “Pak, itu loh Prabowo sering rapat gelap dengan Amien Rais di kantor Muhammadiyah.” 

Terus Pak Prabowo bilang, “Siapa bilang Muhammadiyah gelap? Terang benderang Pak lampunya.” Jadi enggak ada yang dirahasiakan gitu. 

Bahkan saya masih ingat sekali kita berdua sowan kepada Pak Abdul Haris Nasution. Kemudian paginya beliau itu mengatakan sesuatu yang buat saya dan pak Prabowo itu besar hati. Pak Nasution mengatakan ini, “Bangsa kita sudah menemukan dua sosok yang bisa memimpin bangsa Indonesia, yang sipil namanya Amien Rais, yang dari militer namanya Prabowo Subianto.” 

Dulu itu headline di Rakyat Merdeka, cuma saya tidak simpan itu, karena saya tidak mengira seperti ini perjalanan bangsa. 

Kemudian Mas Prabowo yang ini saya ingat bilang, “Mas Amien, kalau saya insyaAllah jadi presiden dengan izin Allah lewat pilpres, maka ada beberapa agenda pokok saya. Pertama akan saya susur seluruh pulau-pulau, karena kita sudah kemasukan ratusan ribu imigran pekerja Cina.” Nah Pak Prabowo yakin sebagian itu adalah PLA, People Liberation Army.

Yang kedua, dia mengatakan bahwa negeri ini negeri yang kaya raya, zamrud di tengah khatulistiwa, sehingga negeri kita ini lima tahun bisa makmur ya kalau kekayaan alam kita tidak digotong keluar negeri. Karena batu bara kita ini kan pagi dan malam dibawa ke tongkang-tongkang itu hilang keluar negeri. 

Dan bahasa Inggrisnya (Prabowo) itu lebih lancar mungkin dari semua orang di Indonesia, kemudian dia bisa bahasa Prancis, bahasa Belanda, jadi kalau dibandingkan dengan Joko ini jauh sekali. 

Sekarang masalah tadi itu ya, artinya membentuk kesatuan yang kuat, kemudian partai-partai koalisi yang dukung dia itu diingatkan, kalian sudah kenyang, sudah punya rumah bagus, anak-anak sudah sekolah, tugas kali ini kencangkan ikat pinggang, jangan menambah pundi-pundi yang sudah terlalu banyak dimiliki, kemudian mulai kerja. Kalau orang Jawa dulu bilang cancut taliwondo, artinya betul-betul menggulung lengan baju.

Karena tadi sempat menyinggung soal pertambangan, bagaimana tanggapan Pak Amien Rais soal konsesi tambang bagi ormas keagamaan? Karena kemarin yang lagi rame NU sudah terima, kemudian Muhammadiyah juga.

Saya kan mantan ketua umum Muhammadiyah. Saya dulu ingatkan almarhum Syafii (Ahmad Syafii Maarif). Pak Syafii, Anda ini jangan sering keluar masuk istana. Kalau masuk istana untuk nahi mungkar, wah itu begini, top. 

Kalau ke sana cuma ketawa-ketiwi dengan Jokowi, setelah itu disiapkan di ruangan pers, lantas tentu yang engkau kerjakan ya cuma satu, “Kami berterima kasih kepada Bapak Presiden di tengah kesibukan masih menyempatkan menemui kami, adapun pesan Bapak Presiden yang pertama, kedua, ketiga.” (Akhirnya) Jadi jubir juga.

Saya sampaikan kepada Mas Haedar Nashir, jangan kau sering ke istana. Saya dulu jadi ketua Muhammadiyah ke istana cuma sekali saja, yaitu waktu minta Pak Harto membuka Muktamar Muhammadiyah di Banda Aceh, cuma itu. Kemudian kembali datang lagi setiap tahun untuk apa? 

Karena menurut saya istana kekuasaan, di mana pun itu, hawanya itu tidak netral. Jadi kalau dalam bahasa Arab itu ada istilah hum yakhrujun kama hum yadkhulun ‘mereka keluar seperti mereka ketika masuk’, ini tidak berlaku. Mereka keluar berbeda dengan saat mereka masuk. 

Sesungguhnya cara kekuasaan melunakkan oposisi itu bukan lantas dikasih seonggok dollar atau rupiah, bukan. Tapi tunggu ya misalnya ketua umum sebuah ormas besar itu mau mantu, nah kemudian utusan datang. “Bapak Presiden tidak bisa hadir karena sibuk, tapi ini ada titipan.” Ketika dibuka wah 250.000 dollar misalnya, alhamdulillah.

Nanti kalau ada yang sakit (ada utusan lagi datang), “Bapak, ini titipan, mudah-mudahan bapak lekas sembuh.” Macam-macamlah. Jadi tidak merasa disogok.

Di zaman Pak Jokowi, pernah ke Istana?

Kaki saya ini menginjakkan Istana baru sekali saja, waktu itu ketika saya membela enam anak muda yang ditembak mati di KM 50. Kemudian tidak ada pertemuan dengan wartawan. Biasanya kan ada, tapi tidak ada.

Kemudian saya ngomong sama Jokowi, “Pak Jokowi, dalam Islam itu membunuh orang yang gak bersalah itu seperti membunuh seluruh umat manusia. Tetapi kalau kita bisa menyelamatkan nyawa yang juga enggak bersalah, ya itu juga seperti menyelamatkan umat manusia, itu ada dari Al Qur'annya.” 

“Nah kemudian yang kedua Pak Jokowi, kalau ada orang melenyapkan orang beriman, itu balasannya lebih tinggi lagi. Nah sekarang saya minta yang membunuh enam orang itu kan pasti aparat, tolong dicari siapa waktu itu.” 

Terakhir Pak Amien, apa rencana ke depan? Kalau masih diberi kesempatan usia yang panjang dan berkah apakah masih terus aktif di Partai Ummar atau fokus pendidikan?

Saya kadang-kadang menganggap, saya sudah coba dengan segala kemampuan saya, toh (Partai Ummat dalam Pileg 2024, red) cuma dapat 660 ribu suara. Walaupun itu juga pesan dari Istana, jangan sampai ya Partai U itu diberi kesempatan. 

Itu ada pesan dari KPU Pusat ke KPU Solo. “Bung, Anda KPU di daerah dengarkan ya pengarahan dari pusat, Partai U jangan diloloskan.” Itu ada rekamannya. Jadi memang sejak semula ini ada pesan gitu ya saking bencinya Jokowi pada saya. 

Sebelumnya Pak Amien terdengar agak optimis dengan Pak Prabowo, tapi kan wakilnya nanti Gibran, anak Pak Jokowi. Itu bagaimana?

Saya kira Pak Prabowo kan cukup cerdas. Jadi ada yang mengatakan nanti khusus Gibran yang sudah berkoar-koar akan keliling Indonesia untuk belanja masalah, kemudian dia enggak usah mampir ke Jakarta, tapi ke IKN yang baru dibuat bapaknya itu, di sana aja pusatnya. Kemudian dia lapor ke Pak Prabowo, kami sudah pergi ke daerah ini Pak. Kalau begitu indah sekali ya, jadi enggak ganggu Pak Prabowo. Seperti itu lebih bagus.

Rekomendasi