ERA.id - Makna “Nasida Ria” berasal dari kata nasyid yang berarti ‘lagu-lagu’ dan ria adalah ‘senang’ atau ‘gembira’. Jadi, Nasida Ria ialah lagu atau nyanyian yang membawa kesenangan dan kegembiraan.
Listiya Nurhidayah menulis skripsi “Nasida Ria, 1975—2011: Dinamika sebuah Kelompok Kasidah Modern di Kota Semarang” yang pada 2019 dibukukan dengan judul Nasida Ria: Sejarah The Legend of Qasidah 1975—2011. Karya Listiya ini cukup memberi pengetahuan perihal grup musik kasidah legendaris Nasida Ria.
Kelompok kasidah ini didirikan oleh H. Mudrikah Zain di daerah Kauman, Semarang, Jawa Tengah pada 1975. Mudrikah seorang guru qiraah yang sebelumnya tergabung dalam kelompok Jamiatul Quro wal Khuffadz (organisasi para pembaca dan penghafal Al-Qur'an).
Awalnya, Nasida Ria hanya menggunakan rebana sebagai alat musik. Namun, pada 1978, Imam Soeparto Tjakrajoeda—Wali Kota Semarang ketika itu juga merupakan penggemar Nasida Ria—menyumbangkan alat musik berupa gitar bas, biola, dan gitar untuk mendukung dan memperlancar perjalanan musik Nasida Ria.
Pada tahun 1978 ini juga album pertama mereka mentas, Alabaladil Makabul. Di album ini, kedua, dan ketiga masih menggunakan bahasa Arab. Nanti kemudian, ada sosok Ahmad Buchori Masruri yang menyarankan agar lirik Nasida Ria menggunakan bahasa Indonesia. Dari sini pula lagu-lagu Nasida Ria mulai dikenal publik. Salah satunya yang paling terkenal adalah lagu “Perdamaian”—juga nama album pada 1981—yang diciptakan oleh Ahmad Buchori Masruri.
Nasida Ria mengawali karier musik dengan sembilan personel, yaitu murid-murid H. Mudrikah Zain, yaitu Mutoharoh, Rin Jamain, Umi Kholifah, Musyarofah, Nunung, Alfiyah, Kudriyah, Nur Ain, dan H. Mudrikah Zain sendiri.
Bisa dikatakan lirik-lirik Nasida Ria banyak merespons dinamika masyarakat, bahkan melampaui zamannya. Mereka menulis lagu “Tahun 2000” (1985) yang mengisahkan atau menganjurkan kepada pemuda untuk siap menghadapi era teknologi.
Misal, penggalan lagunya: Penduduk makin banyak, sawah ladang menyempit / Mencari nafkah semakin sulit / Tenaga manusia banyak diganti mesin / Pengangguran merajelala / Sawah ditanami gedung dan gudang / Hutan ditebang jadi pemukiman / Langit suram udara panas akibat pencemaran.
Tidak saja tentang agama, Nasida Ria juga merespons banyak lain, misal kondisi manusia, politik, alam, kekacauan dunia, nuklir, dan perang negara. Mereka meyakinkan pendengar bahwa kasidah tidak saja membahas akhirat, tetapi juga dunia dan permasalahannya.
Pada 1975, lagu-lagu Nasida Ria telah banyak diputar di radio. Mereka terima undangan di desa maupun di kota. Dalam dekade ini, musik kasidah memang sedang digandrungi di Kota Semarang dan daerah sekitarnya, seperti Demak dan Kendal.
Masyarakat, khususnya perempuan banyak yang mahir qiraah dan memainkan alat-alat musik kasidah seperti rebana. Kemunculan Nasida Ria menjadi pelopor untuk membuat kelompok kasidah yang lain.
Menurut Listiya Nurhidayah, “Memasuki 1980-an nama Nasida Ria mulai terkenal tidak hanya di lingkup Semarang saja. Namun, Nasida Ria sudah mulai diundang untuk tampil menghibur masyarakat di sekitar Jawa Tengah seperti di Kendal, Rembang, Demak, dan Ambarawa. Nama Nasida Ria mulai melejit pada 1990-an.”
Kemudian, tahun tersebut Nasida Ria juga tampil di lingkup yang lebih luas. Mereka tampil di berbagai pesta pernikahan, sunatan, dan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Dan juga mulai muncul di televisi nasional dan sudah melakukan tur di berbagai daerah di Indonesia.
Di awal 2000-an sampai 2011, Nasida Ria mulai redup. Seperti ramalannya di lagu “Tahun 2000” bahwa harus siap-siap dengan Tahun dua ribu kerja serba mesin / Berjalan berlari menggunakan mesin / Manusia tidur berkawan mesin / Makan dan minum dilayani mesin.
Mereka sedang menjalani ramalan sendiri bahwa bila tidak menguasai mesin atau teknologi di era milenium, maka siap-siap tergusur. Kelompok musik kasidah yang legenda ini telah melewati gelombang mesin itu. Mereka menyesuaikan diri dengan zaman.
Pada 19 September 2020, mereka merilis album ke-36, Kebaikan Tanpa Sekat, di berbagai platform digital, seperti Spotify, Joox, iTunes, YouTube Music, hingga Deezer di bawah label Nasida Ria Entertainment.
Album ini terdiri atas 7 lagu. Adapun lagu yang dibawakan Nasida Ria meliputi “Kebaikan Tanpa Sekat”, “Racun Rumah Tangga”, “Budi Pekerti”, dan “Jangan Tinggal Salat”. Sedangkan, tiga lagu lainnya dibawakan Ezzura (grup kasidah didikan Nasida Ria) meliputi “Sosmed”, “Ujian”, dan “Wanita Tiang Negara”.
Setelah melewati pandemi selama dua tahun, Nasida Ria menggemparkan pencinta musik (kasidah) Indonesia, pada 18 Juni 2022, mereka tampil di Opening Week Music Program Documenta Fifteen di Kassel, Jerman.