ERA.id - Kekuasaan Xi Jinping dinilai menjadi sangat terkonsolidasi pasca Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok (PKT). Hasil kongres ini juga dinilai memberikan dampak positif bagi Indonesia dan negara ASEAN lain.
Ardhitya Eduard Yeremia, anggota Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia (UI), mengatakan kongres PKT benar-benar diamati dunia. Banyak pengamat yang mengharapkan Tiongkok membuka perbatasannya agar bisa berkontribusi lebih banyak terhadap dinamika ekonomi global.
“Pasca kongres ternyata betul-betul diamati dunia, dan AS mulai merespons dan mengantisipasi kira-kira ke depan kebijakan luar negeri Tiongkok akan seperti apa dan itu direspons cepat di isu Taiwan dan di isu Laut China Selatan,” katanya dalam Webinar Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45): Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok dan Maknanya bagi Indonesia, Jakarta, Jumat (25/11).
Lebih lanjut, Yere mengatakan garis kebijakan luar negeri Tiongkok pasca kongres akan berkesinambungan di kebijakan-kebijakan besar sebagai belt and road initiative dengan kemungkinan akan mengalami rebranding atau rekalibrasi.
“Rebranding dalam artian dia dapat berwujud menjadi satu kebijakan baru dengan nama baru tapi sebetulnya it's only old wine in the new bottle. Jadi namanya saja berganti,” ujarnya.
Yere menjelaskan, dari hasil penelitian LAB 45 menunjukkan adanya potensi kesinambungan terhadap mekanisme pasar. Di zaman Xi berkuasa, terdapat kontrol yang ketat terhadap mekanisme pasar.
Kesinambungan juga terlihat pada sikap asertif Tiongkok di Laut China Selatan. Meskipun, narasi ini tidak banyak dibahas dalam laporan hasil kongres. Sikap asertif ini pun dinilai akan membuat Tiongkok lebih percaya diri menghadapi AS.
Di sisi lain, Yere melihat Tiongkok pasca kongres tetap akan membawa beberapa dampak positif untuk Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. Karena Asia Tenggara masih menjadi backyard yang paling penting bagi Beijing.
“Kami menilai bahwa justru keberadaan Asia Tenggara akan tetap unik di mata Tiongkok karena engagement yang amat friendly dengan Asia Tenggara justru akan lebih banyak menguntungkan Tiongkok meskipun sebetulnya dikepung oleh AS dengan sekutunya. Dan Indonesia sendiri masih memiliki celah yang dapat dimanfaatkan,” imbuhnya.
Sementara itu, menurut Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof. Evi Fitriani sangat penting bagi Indonesia melihat kongres PKT sebagai konsolidasi kekuatan partai dan negara.
Menurutnya, dalam kongres terakhir Xi mampu menunjukkan sudah seragamnya internal partai maupun negara.
“Tantangan China yang paling besar konsolidasi kawasan, Taiwan, karena sudah melibatkan negara besar seperti AS. Saya merefleksikan hasil dari kongres partai komunis China salah satunya untuk merespons masalah Taiwan ini,” katanya.
Direktur Asia Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri, Santo Darmosumarto yang juga hadir dalam webinar mengatakan, Kongres PKT ke-20 juga menjadi perhatian Kementerian Luar Negeri Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan bagaimana pemerintah harus memandang Tiongkok ke depannya.
“Tentunya kita mencoba melihat Tiongkok dengan kacamata yang komprehensif,” ucapnya.
Ia juga mengapresiasi hasil penelitian LAB 45 yang begitu komprehensif dengan menggunakan sisi filosofis dan hubungan internasional.