Bukannya pesimistis, cuma enggak yakin ada dampak penting dari kicauan Andi Arief. Kami punya alasan yang membuat sikap pesimistis seperti masuk akal. Coba lihat pemberitaan media massa soal Andi Arief dan kicauannya. Pola klasik dari gegernya pemberitaan tentang sebuah skandal mulai terlihat: ramai di awal, redup kemudian.
Serius, polanya mulai terlihat. Coba kita ikuti. Segala kegegeran ini bermula pada kicauan Andi Arief pada 8 Agustus 2018. Lewat kicauan di akun Twitternya, Andi Arief menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus. Pernyataan itu terlontar lantaran Andi Arief mengaku kecewa dengan sikap Prabowo yang tiba-tiba menunjuk Sandi sebagai bakal calon wakil presidennya.
Menurut Andi Arief, Prabowo telah mengkhianati kesepakatan politik dengan Partai Demokrat --yang sebelumnya telah membulatkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)-- hanya karena Sandi berani memberikan uang masing-masing Rp500 miliar kepada PKS dan PAN untuk mengunci posisi dua partai tersebut dalam koalisi pengusungan Prabowo.
Partai Gerindra membantah tudingan Andi Arief. Di hari yang sama dengan kicauan Andi Arief, Ketua DPP Partai Gerindra, Ahmad Riza Patria langsung bilang, enggak pernah ada mahar politik buat PKS atau pun PAN. Saat itu, Riza Patria bilang, PKS masih memperjuangkan hasil ijtima ulama, sedangkan PAN belum memutuskan sikap politiknya.
"Tidak betul ada mahar. Sampai sekarang PAN belum memutuskan, masih Rakernas. PKS masih memperjuangan hasil ijtima ulama ... Jadi, kabar ada uang Rp500 miliar itu tidak betul dan tidak mendasar," kata Riza saat itu.
Kicauan Andi Arief (Sumber: Twitter)
Kamis, 9 Agustus 2018, Partai Gerindra akhirnya mengumumkan nama Sandi sebagai pendamping Prabowo. Dalam momen itu, Prabowo turut memastikan posisi PKS dan PAN sebagai bagian dari koalisinya. Namun, Partai Demokrat yang sebelumnya gencar merajut koalisi dengan Partai Gerindra enggak muncul dalam momen itu.
Enggak hadirnya Partai Demokrat malam itu memunculkan berbagai spekulasi. Berhembus kabar Partai Demokrat menyeberang ke kubu Jokowi yang beberapa jam sebelumnya mengumumkan nama Ma'ruf Amin sebagai bakal calon wakil presidennya.
Namun, beberapa jam setelah pengumuman nama Sandi, Partai Demokrat memastikan posisi mereka tetap bergabung bersama koalisi pengusung Prabowo-Sandi. Meski begitu, tudingan Andi Arief terlanjur membuat PKS dan PAN berang. Meski semuanya memastikan solid dalam koalisi ini, PKS enggak terima dan siap membawa tudingan Andi Arief ke jalur hukum.
"Pernyataan Andi Arief jelas fitnah keji. Ini tudingan tidak main-main yang memiliki konsekuensi hukum terhadap yang bersangkutan ... Saya melihat tidak ada klarifikasi resmi dari partainya sehingga kami menyimpulkan ini juga merupakan sikap institusi partai tempat Andi Arief bernaung," tutur Ketua DPP PKS, Ledia Hanifa.
Panas dingin koalisi
Sejak itu, hubungan antaranggota koalisi partai politik pengusung Prabowo-Sandi terus bergejolak. Apalagi, ketika pernyataan Ledia tentang tudingan Andi Arief yang mewakili institusi Partai Demokrat terjawab. Andi Arief yang merupakan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat bilang, ia berkicau atas perintah dari Partai Demokrat.
Enggak cuma itu, Andi Arief makin memanaskan ruang koalisi pengusung Prabowo-Sandi dengan pernyataannya yang menyebut Partai Demokrat hanya fokus pada pemenangan Prabowo. Tapi gak akan terlibat dalam segala bentuk kampanye Sandi. Sialnya, seluruh pernyataan Andi Arief ini malah dibantai ramai-ramai oleh elite Partai Demokrat.
Amir Syamsudin, Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat mengaku enggak pernah tahu ada perintah buat Andi Arief membuat pernyataan seperti itu. Bahkan, Amir juga mengaku enggak tahu soal kebenaran kicauan Andi Arief soal mahar politik yang diberikan Sandi pada PKS dan PAN.
"Saya enggak tahu, enggak pernah dengar itu (mahar). Yang jelas saya tidak pernah tahu dia diperintah secara resmi," kata Amir sebagaimana ditulis Kompas, Selasa (14/8).
Bantahan pun disampaikan oleh Roy Suryo, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat. Menurutnya, pernyataan Andi Arief soal paket dukungan Partai Demokrat yang hanya berfokus pada pengusungan Prabowo enggak benar. Kata Roy, Partai Demokrat total mendukung pemenangan Prabowo tanpa syarat-syarat aneh macam yang dibilang Andi Arief.
"Tidak, tidak. Clear ya kita, kita firm karena yang namanya satu paket itu adalah Pak Prabowo dan Sandiaga Uno ... Jadi sikap dari partai sudah clear. Artinya, kita akan tetap mendukung pasangan Pak Prabowo dan Sandiaga Uno. Clear ya," kata Roy.
Enggak cuma itu, Roy bahkan cuek dengan pernyataan sejumlah pihak yang menyebut akan melaporkan Andi Arief. Yang jelas, Roy bilang, Partai Demokrat enggak berkepentingan dalam polemik ini. "Terserah pada pihak yang akan melaporkan. Karena mungkin pihak yang bersangkutan adalah PKS dan PAN. Jadi kami Partai Demokrat tidak berkepentingan terhadap itu," ungkap Roy.
Mengejar pelanggaran
Terkait tudingan mahar politik itu, Sandi sudah membantah. Kata Sandi, apa pun yang ia lakukan, dia enggak akan pernah melenceng dari ketentuan yang berlaku dalam aturan pemilu dan Undang-Undang (UU). "Saya membantah dan saya menggarisbawahi bahwa tidak benar ada yang menjadi ungkapan (mahar politik) yang selama ini ada di masyarakat," kata Sandi saat melaporkan kekayaan di Gedung KPK, Selasa (14/8).
Namun, tentu saja, harus ada yang bertanggung jawab atas polemik ini. Andi Arief sebagai orang yang pertama kali melancarkan tudingan soal mahar politik itu diminta melapor kepada otoritas terkait, yang dalam hal ini barangkali Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Namun, hingga hari ini Andi Arief enggan melapor, hingga sejumlah elemen masyarakat akhirnya mengambil alih, melaporkan Sandi ke Bawaslu pada Selasa 14 Agustus 2018.
Baca juga: KPK Tak Mungkin Usut Dugaan Rp500 M Sandiaga
Sayang, Bawaslu nampaknya enggak begitu berdaya. Ketua mereka sendiri, Abhan mengatakan, enggak ada sanksi yang bisa menjerat seorang bakal calon presiden atau pun wakil presiden yang terbukti terlibat dalam mahar politik. Menurut Abhan, andai omongan Andi Arief terbukti, sanksi paling-paling hanya bisa diberikan pada partai-partai politik yang terkait, yaitu larangan bagi partai politik itu mengikuti pemilu periode 2024.
"Di aturan tidak ada (sanksi). Sanksinya hanya partai yang bersangkutan tidak bisa untuk mengikuti pemilu berikutnya dan itu setelah terbukti di pengadilan yang punya kekuatan tetap," tutur Abhan di Jakarta, seperti dilansir Antara, Rabu (15/8/2018).
Nah, pola ini yang kami maksud. Ketika sebuah permasalahan hanya lewat begitu saja, tanpa ada penyelesaian. Lihat saja, dari segi politik, upaya perbaikan hubungan partai-partai politik dalam koalisi pengusung Prabowo-Sandi nampaknya bakal menenggelamkan permasalahan ini. Dari segi penegakan aturan, pernyataan Abhan bahkan jadi hal yang bikin semua terasa penuh pesimisme.
Dan ini bukan sekadar opini kami. Pengamat politik dari Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti pun menyadari hal ini. Menurut Ray, Bawaslu bahkan nampak sengaja membiarkan persoalan ini. "Mungkin mereka (Bawaslu) mengira seperti biasanya, diperdebatkan seminggu kemudian hilang. Untung ada dua yang melakukan pelaporan. Jadi, kita tunggu saja," kata Ray dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (16/8).
Lebih lanjut, Ray bahkan menyebut Bawaslu enggak punya keberanian untuk mengusut dugaan pelanggaran ini. Boro-boro mengusut, sensitivitas terhadap politik uang pun Bawaslu enggak punya. Begitu kira-kira menurut Ray. "Anti politik uang di Bawaslu itu rendah ... Jargon mereka sih hebat, tapi pada faktanya mereka enggak punya sense, enggak punya nyali dan keberanian," kata Ray.
Entahlah, bagaimana hasilnya. Akan seperti kentut yang menguap begitu saja setelah membuat heboh dengan bau menyengatnya, atau akan tuntas dengan segala terang benderangnya.