ERA.id - Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Atalia Praratya mengungkapkan, 13 santriwati yang menjadi korban ruda paksa Herry Wirawan dipastikan akan melanjutkan pendidikan.
Ia menyebutkan, di antara 13 santriwati sudah ada yang kembali sekolah, mengejar paket B dan C, bahkan ada yang sedang berjuang menuntut ilmu di perguruan tinggi.
"Sudah ada yang sekolah, sebagian lagi masih berjuang untuk ikut paket B dan C. Ada yang ingin kuliah dan ada yang ingin melakukan kemandirian ekonomi," ungkap Atalia, Senin (9/1/2022).
Dengan begitu, Atalia memastikan pihaknya akan senantiasa memberikan pendampingan kepada 13 korban. Sementara, 9 anak yang dilahirkan oleh korban pun telah mendapatkan akta kelahiran sehingga mendapatkan perlindungan hukum.
Di samping itu, imbuh Atalia, P2TP2A tengah berupaya menguatkan peranan keluarga guna melindungi anak-anak. Sehingga, kasus serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.
"Fokus kami adalah bagaimana institusi keluarga menjadi institusi yang bisa maksimal memberikan perlindungan kepada anak, karena ini adalah yang paling penting untuk dilakukan," imbuhnya.
"Kanwil Kemenag juga sudah menyampaikan bahwa sudah ada Satgas yang akan melakukan tugasnya melakukan pengawasan di seluruh area institusi pendidikan yang berlandaskan agama," sambung Atalia.
Sebagaimana diketahui, Herry Wirawan divonis mati setelah majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung mengabulkan banding dari jaksa penuntut umum (JPU) pada April 2022 silam.
Hukuman itu lebih berat dari vonis Pengadilan Negeri Bandung yang menghukum Herry Wirawan dengan pidana penjara seumur hidup. Kemudian, kuasa hukum Herry mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) tetapi ditolak.
Atas aksi bejatnya itu, 13 santriwati menjadi korban Herry Wirawan. Akibatnya, 8 santriwati melahirkan 9 bayi, satu di antaranya dua kali melahirkan.