"Hemat saya, mestinya penerapan Pasal 156a UU 1/PNPS/1965 dalam kasus Ibu Meliana tak bisa berdiri sendiri, karena harus dikaitkan dengan konteks Pasal 1 UU tersebut," kicau Menag Lukman di akun Twitter pribadinya @lukmansaifuddin, Kamis (23/8/2018).
Bila mengacu pada Pasal 1 UU tentang pencegahan, penyalahgunaan dan penodaan agama tahun 1965, berbunyi:
Pasal 1
Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu
Sementara Pasal 156a yang didakwakan kepada Meiliana, sebagaimana diputus oleh Pengadilan Negeri (PN) Medan berbunyi:
Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Menag Lukman juga kembali mengingatkan, bahwa Kementerian Agama (kemenag) melalui Dirjen Bimbingan Islam (Dirjen Binmas) telah memiliki aturan terkait penggunaan pengeras suara untuk masjid, langgar dan musala. Instruksi itu telah dikeluarkan sejak tahun 1978 dan masih berlaku hingga saat ini.
-
Afair24 Aug 2018 04:45
Melihat Penodaan Agama Meiliana dari Kacamata Saksi Ahli
-
Afair23 Aug 2018 13:05
Perhatian Warganet untuk Meiliana
-
Afair22 Aug 2018 15:53
Vonis Bersalah untuk Meiliana karena Keluhkan Volume Azan