Deklarasi #2019GantiPresiden dan Perang Menyebalkan 'Cebong-Kampret'

| 28 Aug 2018 04:39
Deklarasi #2019GantiPresiden dan Perang Menyebalkan 'Cebong-Kampret'
Deklarasi #2019GantiPresiden (Sumber: Istimewa)
Jakarta, era.id - Perang paling menyebalkan dimulai. Melibatkan kelompok masyarakat berlabel 'kampret' dengan golongan lain yang dinamai 'cebong' mulai memasuki fase yang menyebalkan bin mengkhawatirkan. Kemarin, Minggu (25/8), di Surabaya, kelompok kampret yang membawa slogan #2019GantiPresiden terlibat benturan berskala lumayan besar dengan kelompok cebong yang mengusung #JokowiDuaPeriode.

Benturan bermula dari rencana kelompok kampret mendeklarasikan gerakan #2019GantiPresiden. Rencana tersebut ditentang cebongers yang menilai rencana deklarasi tersebut menyalahi aturan. Menurut kelompok cebong, deklarasi itu tidak sesuai dengan aturan waktu kampanye yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di sisi lain, demonstran menyebut aksi mereka dijamin Undang-Undang (UU) karena murni dilaukan untuk menyuarakan pendapat.

Yak, tentu saja kedua kelompok punya argumen masing-masing yang saling berlawanan. Tapi, yang jelas, aksi ini tak mengantongi izin kepolisian. Nah, permasalahan ini yang kemudian bikin perseteruan makin rumit. Tanpa izin polisi, demonstran melakukan aksi deklarasi di sejumlah lokasi di Surabaya, mulai dari Tugu Pahlawan hingga Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur di Jalan Indrapura. Aksi polisi yang belakangan berupaya mengontrol massa disebut sebagai aksi represif dan pembatasan kebebasan berpendapat.

Orator aksi, Marwan Batubara mengaku kecewa dengan aksi polisi dan cebongers. Menurutnya, enggak seharusnya aksi penyampaian pendapat mereka dibatasi. Toh, menurut Marwan, mereka cuma menyampaikan pendapat. "Saya punya hak asasi yang sangat mendasar, yang dijamin oleh konstitusi untuk bicara. Anda melarang saya bicara atas nama siapa, apa yang anda gunakan sebagai dasar, ini hak saya untuk bicara. Saya bukan bicara soal menurunkan Presiden, ini hak saya untuk bicara, anda bicara meminta saya untuk diam atas dasar apa, siapa yang memerintahkan. Siapa yang memerintahkan itu adalah orang yang anti Pancasila, anti konstitusi," ujar Marwan seperti kami kutip dari VOA, Senin (28/8/2018).

Sementara itu, para cebongers yang menolak deklarasi itu juga angkat bicara. Bambang, warga Tambaksari menyebut aksi deklarasi enggak cuma menyalahi ketentuan terkait masa kampanye, tapi juga mengganggu kedamaian masyarakat Surabaya. Selain itu, aksi deklarasi #2019GantiPresiden adalah aksi yang berbau makar.

"Ini agendanya kan di luar jadwal kampanye, mereka kan sama dengan kampanye, karena mereka itu kan menginginkan ganti Presiden itu satu makar, karena presiden kita ini sudah (sesuai) konstitusi, disahkan oleh rakyat Indonesia, kok mau diganti pada saat, waktu yang belum waktunya. Waktunya 2019, nah ini tahun 2018 kok mau ganti, itu kan sama dengan makar," kata Bambang.

Sementara itu, terkait anggapan represif yang dilakukan polisi terhadap massa pengusung hashtag #2019GantiPresiden, polisi langsung menjawab. Lewat Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Frans Barung Mangera, polisi menyatakan dengan tegas, pembubaran massa aksi deklarasi #2019GantiPresiden bukanlah bentuk represi.

"Memang (kebebasan berpendapat di muka umum) dijamin undang-undang, tapi polisi berpikir dinamika masyarakat dan situasi yang ada," katanya kepada wartawan di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu malam (25/8).

Polemik "idiot" Ahmad Dhani

Cerita lain dari aksi deklarasi #2019GantiPresiden terjadi di Hotel Majapahit di Jalan Tunjungan, tempat musisi yang kini lebih terkenal dengan politikus, Ahmad Dhani. Hari itu, massa yang menolak aksi deklarasi #2019GantiPresiden mengepung hotel Ahmad Dhani. Massa sengaja mengepung hotel agar Dhani enggak bergabung dengan massa aksi deklarasi.

Ketika pengepungan terjadi, di dalam lobi hotel, Dhani merekam pernyataannya lewat sebuah video yang ia tujukan buat peserta aksi deklarasi yang telah berada di lapangan. Dalam video yang kemudian viral itu, Dhani bercerita, dirinya diadang oleh seratus orang di depan hotel tempatnya menginap. Dhani, dalam video itu juga menyebut aksi massa yang mendemo dirinya sangat aneh. Menurutnya, demo itu biasanya dilakukan untuk melawan penguasa, bukan oposisi. Bahkan, Dhani juga menyebut para pendemo sebagai idiot.

"Aneh juga ya. Yang biasanya didemo itu kan presiden, menteri, kapolri didemo. Ini oposisi didemo ... Kita ini kan oposisi ya, aneh, yang demo ini yang membela penguasa. Lucu, ya kan ... Ini idiot-idiot ini. Idiot-idiot ini. Mendemo orang yang tak berkuasa," tutur Dhani dalam video tersebut.

Nah, pernyataan Dhani ini yang kemudian jadi polemik. Sebab, pernyataan tersebut kemudian disambar oleh seorang berambut gondrong yang dalam video tersebut berada di sebelah Dhani. Jika dalam video itu Dhani enggak menyebut satu pun nama institusi atau pun lembaga, si pria gondrong malah dengan terang-terangan menyebut Banser NU sebagai orang-orang idiot.

Ketua Umum PP GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas menyatakan pihaknya akan melaporkan penyebutan kata idiot yang ditujukan kepada Banser NU. "Yang mengatakan Banser idiot sudah teridentifikasi. Dan besok oleh pengurus Ansor Surabaya akan dilaporkan ke kepolisian," kata Yaqut dalam keterangan pers, Minggu (26/8).

"Semua pihak yang dirugikan atas statement-statement yang keluar dari kelompok #2019gantipresiden sebaiknya tetap tenang. Tidak usah terprovokasi. Jika ada ujaran-ujaran yang keluar dan dirasa menyinggung, sebaiknya dilaporkan saja kepada pihak berwajib," tambahnya.

Rekomendasi