Siapa Penulis Opini New York Times yang Bikin Trump Murka?

| 07 Sep 2018 00:43
Siapa Penulis Opini New York Times yang Bikin Trump Murka?
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Pemerintahan Presiden Donald Trump mendapat ujian maha berat. Sebuah opini yang ditulis anonim di media berpengaruh Amerika Serikat, The New York Times, menguak adanya perlawanan serius dari para pembantu Trump.

Opini bertajuk 'I Am Part of the Resistance Inside the Trump Administration' itu ditayangkan New York Times, Rabu (5/9) lalu. Si penulis mengaku sebagai seseorang yang bekerja untuk presiden. Namun dia dan beberapa temannya punya satu misi. Menggagalkan agenda-agenda Trump supaya AS terhindar dari kehancuran.

Apa yang dilakukan New York Times memang terbilang langka. Menayangkan opini seseorang yang mengaku pejabat senior dalam administrasi Trump. Isinya juga tidak main-main, mengobok-obok jajaran pemerintah Trump. New York Times berjanji akan melindungi identitas si penulis.

"Kami percaya menerbitkan esai ini secara anonim adalah satu-satunya cara untuk menyampaikan perspektif penting kepada pembaca kami," tulis media ini pada bagian pembukanya.

Bagi si penulis dan kelompoknya, apa yang dilakukan Trump bisa merugikan AS. Si penulis menyebut pangkal persoalan sebenarnya soal amoralitas Trump. Meski Trump dari partai Republik, kebijakannya justru lebih terasa konservatif; pikiran bebas, pasar bebas, dan orang-orang bebas. 

Selain menggembar-gemborkan gagasan bahwa pers adalah “musuh rakyat,” umumnya Presiden Trump mendorong anti-perdagangan dan anti-demokrasi.

Jangan salah paham. Ada hal baik yang gagal ditangkap oleh liputan negatif yang nyaris tanpa henti terhadap pemerintahan Trump: deregulasi yang efektif, reformasi pajak yang bersejarah, militer yang lebih kuat, dan banyak lagi.

Tetapi keberhasilan-keberhasilan ini telah datang terlepas dari—dan bukan karena—gaya kepemimpinan presiden tersebut, yang tidak sabar, bermusuhan, dan tidak efektif.

Dari Gedung Putih hingga departemen dan lembaga cabang eksekutif, para pejabat senior secara pribadi akan mengakui ketidakpercayaan mereka sehari-hari atas komentar dan tindakan Panglima Tertinggi itu. Sebagian besar bekerja untuk menjauhkan operasi mereka dari keinginannya.

Pertemuan dengan Trump dapat menyimpang dari topik dan keluar dari jalur, ia terlibat dalam percekcokan berulang, dan dengan impulsif menghasilkan keputusan yang setengah matang, kurang informasi, dan kadang-kadang sembrono, yang kemudian harus ditarik kembali.

"Secara harfiah tidak ada yang tahu apakah ia akan mengubah pikirannya dari satu menit ke menit berikutnya," seorang pejabat tinggi mengeluh kepada saya baru-baru ini, jengkel oleh pertemuan Kantor Oval di mana presiden itu mengubah-ubah keputusan kebijakan besar yang dia buat hanya seminggu sebelumnya.

Dilema - yang tidak sepenuhnya ia pahami - adalah bahwa banyak pejabat senior di pemerintahannya sendiri yang bekerja dengan tekun dari dalam untuk menggagalkan bagian-bagian dari agenda dan kecenderungan terburuknya.

Siapa penulis itu?

Sejumlah media ramai-ramai coba menganalisa sosok penulis merujuk pada isi opini yang dia buat. Satu yang pasti, si penulis ada seorang Republikan yang berkomitmen tinggi. Dan dia adalah pria. Soal jenis kelami ini, New York Times langsung bikin klarifikasi. Sang mimin akun sosmed mereka, kata jubir The Times, Danielle Rhoades Ha, tidak tahun identita penulis. Jadi dia cuma nebak-nebak saja.

Keyword 'pejabat senior' memang membuat banyak spekulasi siapa tertuduh. Jabatan itu mencakup banyak orang di banyak posisi yang ada di White House. Mulai dari menteri, wakil menteri, hingga Dewan Keamanan Nasional.

Media Newsweek bahkan berani merilis siapa saja yang bisa dikaitkan dengan opini itu. Nama-nama Wakil Presiden Mike Pence, Sekretaris Negara Mike Pompeo, Menteri Pertahanan James Mattis, Direktur Intelijen Nasional Dan Coats hingga Jaksa Agung, Jeff Sessions.

White House yakin kalau semua isi tulisan itu adalah bualan. Dan tidak mungkin si penulis bekerja di Gedung Putih.

Siapapun itu, dan untuk alasan apa pun opini itu dibuat, Trump sudah sangat marah.

 

Tags : donald trump
Rekomendasi