Hal itu diungkapkan TGB dalam konferensi pers di sebuah restoran di Jl Pakubowono VI, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/9/2018). TGB didampingi tiga kuasa hukumnya.
TGB awalnya menjelaskan soal transfer yang masuk ke rekening pribadinya dari PT Recapital Asset Management. Menurutnya, uang yang ditransfer itu adalah pinjaman dan dilakukan secara kolektif kolegial dan bukan kepada dirinya semata.
"Divestasi dilakukan secara kolektif kolegial oleh tiga entitas Pemda di NTB yakni provinsi, Sumbawa Barat dan Sumbawa. Tidak benar hanya pemerintah NTB. Pemerintah NTB itu hanya 40 persen. 40 persen lagi Sumbawa barat sebagai daerah penghasil dan 20 persen Sumbawa," kata TGB, saat konferensi pers, di Jakarta, Rabu (19/8/2018).
Menurut Tuan Guru Bajang, penjualan saham tersebut tidak akan bisa dilakukan jika kedua daerah baik Sumbawa Barat maupun Sumbawa tidak menyetujui, Gubernur NTB tidak dapat melalukan apapun.
"Sehingga kalau dua daerah ini tidak mau maka Gubernur tak bisa apa-apa. Pembelian dan penjualan perusahaan dengan aturan UU PT itu hanya bisa dilakukan bersama-sama secara kolektif kolegial dan penjualan saham pun juga secara bersama-sama," ucapnya.
"Bahkan saya ingat betul tanda tangan saya adalah tanda tangan terakhir persetujuan penjualan saham 6 persen dari milik daerah yang ada dengan konsorsium bersama pihak swasta sebesar 24 persen. Jadi setelah bulat Sumbawa Barat, Sumbawa bersama pimpinan DPRDnya barulah saya. Untuk menciptakan proses yang akuntabel. Itu saya periksakan satu-satu," terangnya.
Dengan demikian, kata TGB, bukan Ia yang dengan seenaknya membeli dan menjual saham tersebut. Menurut TGB, semua ditempuh dengan proses untuk membentuk perusahaan dengan UU tentang PT dan diperkuat dengan Perda.
"Bukan Zainul Majdi, bukan TGB yang seenak-enaknya mau membeli saham lalu menjualnya, enggak, ada proses yang ditempuh. Pada saat divestasi prosesnya ditempuh membentuk perusahaan, menggunakan rezim perusahaan daerah atau rezim UU tentang PT, lalu diperkuat dengan Perda," terangnya.
"Ketika penjualan juga diproses secara akuntabel, semua menyetujui dan dijual. uangnya sekarang sudah masuk ke rekening perusahaan daerah, dan nanti ditrasfer ke rekening daerah secara resmi setelah proses likuidasi BMB itu selesai," tegasnya.
TBG mengatakan, bahwa sepengetahuannya daerah hanya mengeluarkan Rp500 juta untuk membangun perusahaan daerah PT. DMD dari saham yang terbagi 40 persen NTB, 40 persen Sumbawa Barat dan 20 persen Sumbawa.
"Hanya Membangun modal Rp500 juta. Lalu pemanfaatan yang diperoleh oleh daerah secara total sampai selesai 127 juta USD, kalau kita kurs kan sekarang 14.500, Rp1,8 triliun bagaimana bisa dan bagaimana bisa disebut kerugian," terangnya.
"Perlu diingat yang namanya divestasi itu adalah penawaran saham untuk dibeli, mari kita gandeng siapa saja pihak yang bisa memberi bagian terbesar untuk daerah. Maka kemudian dibuat kontes, ada yang nawarin 10, 5 persen ada pihak yang menawarkan 25 persen. Jadi sepenuhnya dana pembelian dari mereka lalu dihibahkanlah saham senilai 20 persen dari perusahaan patungan kepada daerah," lanjutnya.
Mantan Kader Demokrat ini menegaskan, bahwa maksud dari konstruksi arti divestasi bukan dikasih saham, tapi ditawarkan untuk membeli dengan mengambil penawaran itu sesuai opsi penawaran terbaik pada saat itu.
"Karena tidak mungkin daerah membeli dengan APBD, kalaupun ada uang tidak mungkin untuk membeli saham karena banyak hal mendasar yang harus menjadi perhatian. Maka opsi terbaik, skema terbaik adalah memang menggandeng dimana pihak ketiga itukah yang memberikan seluruh pendanaan dan kemudian kita mendapat share saham atau bagian," jelasnya.
"Itu faktualnya, jadi tak usah dibawa kemana-mana, hakikat divestasi kita ditawarkan, berjalan sampai penjualan, begitu dijual, ada kemanfaatan totalnya 127 juta Dolar. Sehingga saya bisa mengatakan dengan ringkas bahwa daerah tidak dirugikan, justru secara faktual daerah diuntungkan," ucapnya.
Menurut TGB yang justru dirugikan dalam hal ini adalah mitra. Sebab, katanya, sampai akhir dana pembelian tidak tertutupi oleh deviden yang mereka terima dengan penjualan saham.
"Siapa yang rugi disini? yang rugi sebenarnya mitra, karena sampai akhir dana pembelian yang 860 itu tidak tertutupi oleh deviden yang mereka terima dengan penjualan saham itu pada tahun 2016. Ini semua yang saya rasakan, ini semua kan ada dokumennya," terangnya.