Keputusan pemerintah menerima bantuan internasional ini pertama kali kami ketahui lewat kicauan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong. Lewat akun Twitter @tomlembong, ia menulis Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah setuju untuk menerima bantuan internasional, dan BKPM ditugaskan untuk mengoordinasikan bantuan dari sektor swasta.
Di dalam kicauan itu juga, warganet menebak, apakah terbukanya pintu bantuan ini jadi tanda status bencana di Palu-Donggala naik tingkat jadi bencana nasional? Sebab, kata warganet, menerima bantuan internasional sinyal pemerintah enggak sanggup menangani dampak gempa dan tsunami Palu-Donggala.
Last night, President @jokowi authorized us to accept international help for urgent disaster-response & relief. I’m helping coordinate help from private sectors from around the world. Pls message me at my social media accounts or email: [email protected]#PaluTsunami #PALUDONGGALA
— Tom Lembong (@tomlembong) October 1, 2018
Terkait ini, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto menegaskan, keputusan menerima bantuan internasional enggak serta merta menaikkan status penanganan gempa dan tsunami Palu-Donggala sebagai bencana nasional. "Bukan bukan. Ini tidak bicara status, ini bicara soal kebutuhan," kata Wiranto sebagaimana ditulis CNN, Senin (1/10/2018).
Baca juga: Menyoal Lemahnya Sistem Peringatan Tsunami Indonesia
Apalah arti status
Pernyataan Wiranto seharusnya bisa membuat netizen berhenti berdebat soal bantuan internasional ini. Lagipula, apa sih artinya status di tengah kondisi seperti ini? Seperti yang dibilang Wiranto saja, penerimaan bantuan ini enggak ada hubungan dengan penetapan status bencana. Pertimbangan pemerintah menerima bantuan internasional ini, kata Wiranto, murni karena kebutuhan.
Tapi, bukan tanpa alasan banyak pihak menduga pemerintah sudah enggak sanggup mengatasi dampak bencana di Sulawesi Tengah. Sebab, dalam Pedoman Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah pada Saat Tanggap Darurat milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ditulis salah satu pemicu masuknya bantuan internasional adalah ketika dampak bencana sudah melampaui kemampuan pemerintah untuk menanggulanginya.
Tapi dalam butir yang sama juga diatur, bantuan internasional boleh masuk berdasar pertimbangan lain: Pernyataan pemerintah untuk menerima tawaran bantuan dari lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah sesuai dengan kebutuhan di daerah yang terkena bencana.
Kembali lagi soal arti status. Terkait status bencana di Palu-Donggala ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo mengingatkan berbagai pihak untuk enggak terjebak dengan istilah. Maksud Tjahjo, meski secara status gempa dan tsunami Palu-Donggala ini enggak ditetapkan sebagai bencana nasional, secara penanganan, pemerintah telah melibatkan seluruh sektor di tingkat nasional, kok.
"Saya kira jangan terjebak pada istilah bencana nasional atau tidak, karena dukungan pemerintah pusat, kementerian, dan lembaga, daerah, relawan, masyarakat, media, semua sama," kata Wiranto kepada KompasTV, Minggu (30/9).
Selain Wiranto dan Tjahjo, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan bahkan menegaskan, langkah yang dilakukan pemerintah untuk menangani dampak gempa dan tsunami di Palu-Donggala ini sudah melebihi penanganan bencana nasional. Makanya, Luhut dengan pasti turut menegaskan bahwa pemerintah sejauh ini enggak berencana meningkatkan status bencana di Sulawesi Tengah sebagai bencana nasional.
"Enggak perlu saya kira, penanganannya sudah lebih dari bencana nasional," kata Luhut sebagaimana ditulis Antara.
Baik dan buruk status bencana nasional
Desakan meningkatkan status bencana Palu-Donggala sebagai bencana nasional sebenarnya bukan enggak berdasar. Sebab, memang ada sejumlah hal baik yang bisa dilakukan lewat penetapan status bencana nasional. Seengaknya, ada dua hal positif dari penetapan status bencana nasional. Pertama, alokasi anggaran untuk biaya rehabilitasi akan lebih besar.
Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah mengatur, ketika pemerintah menetapkan status bencana nasional, instansi-instansi pemerintah wajib menganggarkan bantuan dari masing-masing pos anggaran instansi untuk membantu pemulihan wilayah yang terdampak bencana. Selain itu, status bencana nasional akan mendorong koordinasi yang semakin luas antara instansi pemerintah.
Lalu, dengan berbagai hal positif itu, kenapa pemerintah enggak segera saja menetapkan status bencana nasional di Sulawesi Tengah? Jawabannya, penetapan status bencana nasional nyatanya enggak cuma membawa hal-hal positif. Sebab, ketika pemerintah menetapkan status bencana nasional, negara-negara lain biasanya akan merespons dengan menerbitkan travel warning.
Sebab, asumsi yang terbangun dari status bencana nasional adalah bahwa bencana berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Hal ini tentu akan merugikan sejumlah wilayah Nusantara lain yang enggak terdampak gempa. Soal ini, barangkali kita bisa belajar dari gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) beberapa waktu lalu.
Saat itu, Gubernur NTB, Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) menolak desakan untuk menetapkan gempa Lombok sebagai bencana nasional. TGB beralasan, status bencana nasional untuk Lombok bakal berdampak buruk bagi wilayah lain di Lombok yang enggak terdampak. Bayangkan, jika status bencana nasional gempa Lombok malah menyebabkan perekonomian Bali dan sejumlah wilayah lain di NTB yang kebanyakan bergantung pada pariwisata malah ikutan jatuh.
"Bagi kami warga NTB, status bencana tidak terlalu penting tetapi yang lebih penting adalah kualitas penanganan bencana ini. Karena, harapan penanganan dampak dari gempa ini dapat dilaksanakan semaksimal mungkin, kami berharap ini dapat terus dimaksimalkan dari status tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi" ungkap TGB sebagaimana ditulis Kompas.
Di luar baik dan buruknya, penetapan status bencana nasional memang enggak bisa begitu saja dilakukan. Pasal 7 Ayat (2) UU 24/2007 telah mengatur: Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat indikator yang meliputi: a. jumlah korban; b. kerugian harta benda; c. kerusakan prasarana dan sarana; d. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan e. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Jadi, bagaimana menurut kamu? Masih mendesakkah penetapan status bencana nasional di Sulawesi Tengah?
View this post on Instagram
A post shared by era.id (@eradotid) on
Rekomendasi
Nasional19 Oct 2020 06:48Waspadai Dampak Hujan Lebat di Tiga Provinsi Ini
Afair25 May 2020 14:00Apalah Arti Protokol Kerja untuk Perkantoran Jika Tanpa Pengawasan
Afair25 Dec 2019 18:07Delapan Wilayah di Indonesia yang Berpotensi Terdampak Banjir
Afair17 May 2019 14:03Apalah Arti Sadar Penyalahgunaan Data Pribadi Tanpa Tahu Hukumnya
Popular
Demi Dalami Peran, Stefan William Dialog Pakai Bahasa Inggris hingga Nyaris Cat Rambut Jadi Ungu
05 Dec 2025 08:351Heboh Isu 250 Warga Aceh Tamiang Tewas Akibat Banjir, Bupati Armia: Jangan Percaya
04 Dec 2025 21:152 3Sindir Balik Cak Imin Soal Tobat Nasuha, Bahlil: Yang Bisa Perintah Saya Presiden!
04 Dec 2025 20:454 5