Apalah Arti Protokol Kerja untuk Perkantoran Jika Tanpa Pengawasan

| 25 May 2020 14:00
Apalah Arti Protokol Kerja untuk Perkantoran Jika Tanpa Pengawasan
Foto suasana di Terminal Blok M sebelum pandemi ada (Angga/era.id)
Jakarta, era.id - Pandemi global COVID-19 belum tahu kapan berakhir. Sedangkan roda perekonomian harus tetap berputar. Itu yang jadi dasar pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Melalui buku Panduan Pencegahan Pengendalian COVID-19 di Perkantoran dan Industri, ada beberapa yang harus dilakukan para pelaku usaha terhadap tempat kerja dan karyawannya. Seperti perusahaan wajib menyediakan lingkungan kerja yang aman, koordinasi dengan dinas kesehatan, melaporkan karyawan yang terpapar COVID-19 kepada dinkes, dan menyediakan fasilitas sarana karantina.

Namun, apakah langkah yang digadang-gadang pemerintah sebagai new normal ini sudah memadai? Pengamat ekonomi Indef Bhima Yudhistira menilai, tidak semua tempat kerja bisa menerapkan protokol kesehatan yang optimal. Misalnya soal ketersediaan hand sanitizer dan masker.

"Untuk perusahaan sedang dan besar, mungkin tidak ada masalah. Tapi untuk UMKM, pasti akan ada tambahan cost atau biaya. Di sini peran pemerintah penting untuk lakukan pemberian subsidi kepada perkantoran dengan skala kecil atau UMKM," ujar Bhima saat dihubungi, Senin (25/5/2020).

Subsidi yang bisa diberikan pemerintah, kata Bhima, bisa dimulai dari menjamin ketersediaan masker dan sosialisasi protokol kesehatan yang aman. Dia juga mengatakan, pemerintah harus tegas menjalankan kebijakannya. Untuk itu, pengawasan dari dinas kesehatan harus diperketat, karena merupakan kunci kesuksesan protokol kesehatan.

"Penting melakukan random check misalnya atau semacam sidak (inspeksi mendadak) sehingga langsung dilakukan sanksi atau langkah perbaikan kepada pemilik perusahaan agar tertib," kata dia.

"Jangan sampai ada diskriminasi, yang satu sudah tertib tapi banyak perkantoran lain yang tidak mematuhi," tambahnya.

Meski tampak mantap dengan kebijakan barunya, Bhima menilai, langkah ini masih belum tepat untuk memulihkan ekonomi di dalam negeri. "(Keputusan Menteri Kesehatan) belum tepat selama kesiapan protokol kesehatan tidak 100 persen," tegasnya.

Senada, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Ajib Hamdani menilai seharusnya pemerintah tidak hanya membuat mitigasi di tempat kerja saja, tapi juga mitigasi untuk trasportasi. Sebab, mobilitas pekerja juga perlu diperhatikan. Karena, kata Ajib, pemerintah pun hingga saat ini masih sulit melakukan pengawasan dan penerapan protokol kesehatan di transportasi massal.

"Yang menjadi PR, justru, mobilitas atau transportasi menuju tempat kerja. Jadi, selain di tempat kerja, pemerintah perlu mengevaluasi dan memantau sektor mobilitas orang ini," kata Ajib saat dihubungi, Senin (25/5).

Ajib menuturkan, akan percuma kalau permerintah hanya mengeluarkan aturan mitigasi di tempat kerja saja tanpa mengelaborasikannya dengan kebijakan lainnya.

"Tujuan pemutusan mata rantai COVID-19 ini akan kurang optimal," pungkasnya.

Rekomendasi