Hal ini berangkat dari, pernyataan Menteri ESDM Ignatius Jonan sebelumnya sudah menyatakan akan menaikkan harga premium. Akan tetapi, tak selang lama presiden Joko Widodo (Jokowi) justru memastikan menunda kenaikan harga BBM subsidi tersebut.
"Seharusnya itu dikoordinasikan di internal pemerintah. Jadi ini ada apa politik koordinasi di dalam kabinet Jokowi? Kok menteri bisa menaikkan terus kemudian diturunkan. Itu suatu hal yang tidak memenuhi logika publik," ujarnya, di gedung DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, (11/10/2018).
Di samping itu, Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini berharap, keputusan Jokowi yang memutuskan untuk menunda kenaikan harga premium, bukanlah sebagai pencitraan di tahun politik--sebagai calon petahana--pada Pemilu Presiden 2019. Tetapi, Hidaya berharap, keputusan Jokowi itu benar-benar berdasarkan atas pertimbangan atas kebutuhan masyarakat.
"Supaya kemudian orang tidak menduga-duga seluruh kebijakan pemerintah hanya pencitraan dan lain sebagainya, tapi betul-betul harus berpihak kepada rakyat Indonesia," tuturnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan akan menaikkan harga BBM jenis premium menjadi Rp7.000 per liter. Namun, pengumuman baru muncul yang isinya mengatakan bahwa kenaikan harga BBM jenis premium ditunda.
"Pemerintah mempertimbangkan, sesuai arahan Presiden, bahwa premium mulai hari (Rabu) ini disesuaikan harganya, agar ditunda," kata Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Jonan mengatakan, rencana kenaikan premium masih akan dibahas ulang sambil menunggu kesiapan dan sosialisasi PT Pertamina (Persero). Kendati demikian, untuk harga biosolar subsidi tidak dinaikkan atau tetap Rp5.150 per liter karena BBM jenis tersebut sudah disubsidi Rp2.000 per liter.
"Sebenarnya harga biosolar PSO Rp7.150 harga ecerannya, tetapi disubsidi Rp2.000 karena transportasi publik, angkutan, truk dan sebagainya menggunakan biosolar itu, jadi tetap harganya Rp5.150," kata Jonan.