"Masyarakat agar tidak resah info terkait dengan viral tentang 'gay' atau LGBT, sudah polisi patahkan (tidak ada)," kata Budi kepada wartawan di Garut, Minggu (14/10/2018).
Ia menuturkan bahwa keberadaan penyimpangan seksual, yakni lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) memang ada di Garut, bahkan di daerah lain.
Namun, terkait dengan grup medsos gay pelajar di Garut, kata Budi, hasil penyelidikan jajarannya tidak ada grup tersebut yang anggotanya pelajar. "Hasilnya, ya, tidak ada grup itu," katanya.
Ia mengungkapkan bahwa grup medos yang menggemparkan masyarakat Garut itu hasil penelusuran dibuat sejak 2013 tetapi tidak menamakan gay.
Selanjutnya, grup medsos itu ditemukan hanya kumpulan anak-anak SMP dan SMA di Garut, bukan kelompok gay.
"Grup itu sudah ada sejak 2013, pasif sejak 2015, kemudian pada tahun 2016 muncul lagi, berubah namanya, hingga akhirnya sekarang muncul nama gay," katanya.
Ia menegaskan bahwa jajarannya akan mengungkap siapa pelaku yang mengubah nama grup medsos tersebut sehingga menjadi nama gay pelajar Garut.
Menurut dia, sebutan nama gay di medsos ternyata bukan hanya di Garut, melainkan terjadi di beberapa daerah lain, bahkan jumlah anggotanya lebih banyak.
"Untuk itu, kami proses hukumnya, dan akan kami kejar siapa yang membuatnya," kata Budi.
Sebelumnya, masyarakat Kabupaten Garut dan sejumlah tokoh pendidikan mengaku resah dengan munculnya grup Facebook gay SMP dan SMA di Garut.
Kepolisian dan pemerintah daerah langsung melakukan upaya untuk mengungkap grup tersebut, bahkan Dinas Pendidikan Garut dan para guru, termasuk siswanya, mendeklarasikan menolak LGBT di Garut.