Per Sabtu (27/10), BNPB mencatat kerugian akibat bencana di Sulawesi Tengah telah mencapai Rp18,48 triliun, meningkat dari jumlah sebelumnya yang cuma Rp13,82 triliun per 21 Oktober 2018. Diperkirakan dampak ekonomi berupa kerugian dan kerusakan akibat bencana di Sulawesi Tengah ini masih akan terus bertambah seiring penyempurnaan data yang terus dilakukan.
Dari Rp18,48 triliun dampak ekonomi akibat bencana tersebut, kerugian mencapai Rp2,89 triliun dan kerusakan mencapai Rp15,58 triliun. Pengertian kerusakan adalah nilai kerusakan stock fisik asset, sedangkan kerugian adalah arus ekonomi yang terganggu akibat bencana, yaitu pendapatan yang hilang dan atau biaya yang bertambah akibat bencana pada lima sektor yaitu permukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor.
Dampak kerugian dan kerusakan akibat bencana sebesar Rp18,48 triliun ini berasal dari sektor permukiman mencapai Rp9,41 triliun, sektor infrastruktur Rp1,05 triliun, sektor ekonomi Rp4,22 triliun, sektor sosial Rp3,37 triliun, dan lintas sektor mencapai Rp0,44 triliun. Dampak kerugian dan kerusakan di sektor permukiman adalah paling besar karena luas dan masifnya dampak bencana. Hampir sepanjang pantai di Teluk Palu bangunan rata tanah dan rusak berat.
Terjangan tsunami dengan ketinggian antara 2,2 hingga 11,3 meter dengan landaan terjauh mencapai hampir 0,5 km telah menghancurkan permukiman disana. Begitu juga adanya amblesan dan pengangkatan permukiman di Balaroa dan adanya likuifaksi yang menenggelamkan permukiman di Petobo, Jono Oge dan Sibalaya telah menyebabkan ribuan rumah hilang.
Berdasarkan sebaran wilayah, maka kerugian dan kerusakan di Kota Palu mencapai Rp8,3 triliun, Kabupaten Sigi Rp6,9 triliun, Donggala Rp2,7 triliun dan Parigi Moutong mencapai Rp640 miliar. Tim Hitung Cepat Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB dan UNDP, terus menghitung dampak dan kebutuhan untuk pemulihan nantinya. Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana diperkirakan lebih dari Rp10 triliun. Tentu ini bukan tugas yang mudah dan ringan, namun Pemerintah dan Pemda akan siap membangun kembali nantinya.
Sementara itu, data korban hingga hari ini, Minggu (28/10/2018), tercatat 2.086 orang meninggal dunia, dengan rincian 1.705 orang di Kota Palu dan 171 orang di Kabupaten Donggala. Di Sigi, jumlah korban adalah 188 orang, dan di Parigi Moutong, 15 orang tewas jadi korban. Sebanyak 1.309 orang hilang. Korban luka-luka tercatat 4.438 orang, dan mengungsi sebanyak 206.524 orang.
Secara umum kondisi masyarakat sudah kondusif, perekonomian masyarakat mulai berjalan normal. Sinyal telekomunikasi dan internet telah pulih. Pelayanan listrik PLN sudah mencapai 97 persen. Empat kecamatan di Kabupaten Sigi meliputi Kecamatan Lindu, Kulawi, Kulawi Selatan dan Titikor masih agak terisolir karena akses menuju daerah tersebut tertimbun longsor kembali sejak 21 Oktober 2018. Hujan deras menyebabkan longsor dan banjir di wilayah tersebut.
Upaya membuka daerah dengan membersihkan material longsor dengan alat-alat berat masih dilakukan. Akses jalan dilakukan dengan buka tutup. Kendaraan truk berbadan sedang yang mampu mengangkut logistik tiga ton ke atas tidak dapat melalui jalan tersebut. Untuk droping bantuan, heli MI-8 BNPB masih dioperasikan. Sebanyak 18 kali penerbangan dengan membawa logistik sebanyak 32,7 ton sudah didistribusikan.
Pembangunan huntara terus dilakukan, baik yang dibangun pemerintah maupun dari berbagai pihak. Masyarakat sekitar pantai di Parigi Moutong mulai kembali ke rumahnya setelah sebelumnya mengungsi pada sejak 26 Oktober 2018. Adanya hoax atau isu menyesatkan yang disebarkan banyak pihak bahwa akan terjadi gempa dan tsunami besar pada 26-28 Oktober 2018 menyebabkan ribuan masyarakat yang tinggal di pantai mengungsi ke daerah-daerah yang lebih tinggi.