Ini 15 Indikator Penyalahgunaan Anak dalam kegiatan Politik

| 12 Nov 2018 19:24
Ini 15 Indikator Penyalahgunaan Anak dalam kegiatan Politik
Pertemuan dua kubu timses dan KPAI (Tasya/era.id)
Jakarta, era.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menerima sedikitnya enam laporan dugaan penyalahgunaan dan pelibatan anak dalam kegiatan kampanye Pemilu 2019. Saat ini, keenam laporan tersebut masih dalam tahap penelusuran.

Anggota KPAI Jasra Putra memandang, kasus-kasus pelibatan anak tersebut akan terus meningkat, mengingat masa kampanye masih berlangsung sampai April 2019.

"Aduan ini kita duga kasus-kasusnya di lapangan terus meningkat dan ini baru terlaporkan ke kita. Tentu aduan ini akan kami umumkan setiap bulan," kata Jasra di Kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (12/11/2018).

Jasra bilang, rentannya pelibatan anak dalam kegiatan politik, salah satu penyebabnya ialah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap larangan pelibatan anak tersebut.

"Karena itu, kami mengimbau kedua timses berkomitmen yg sama agar anak tak disalahgunakan di kegiatan politik. Kami harap pengetahuan ini dibagikan ke seluruh timses baik di pusat maupun daerah karena itu potensinya tinggi jika timses tak miliki kesepemahaman sama," jelas dia.

Di samping itu, KPAI akan mendatangi Bawaslu untuk menjabarkan indikator keterlibatan anak dalam politik yang ia susun dalam lima belas poin, sebagai dasar penentuan pelanggaran pelibatan anak.

"KPAI sudah ber-MOU dengan Bawaslu soal pengawasan pelibatan anak dalam politik, dan memberi sanksi. Selain itu, kami memastikan pemilih pemula terdaftar sebagai pemilih," tuturnya.

Berikut adalah 15 indikator penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik yang disusun oleh KPAI.

1) Memanipulasi data anak yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah agar bisa terdaftar sebagai pemilih termaksud Daftar Pemilih Tetap ( Usia 17-18 tahun). 

2) Menggunakan tempat bermain anak, tempat penitipan anak, atau tempat pendidikan anak untuk kegiatan kampanye. 

3) Memobilisasi massa anak oleh partai politik atau calon untuk kampanye.

4) Menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih partai atau calon tertentu. 

5) Menampilkan anak sebagai bintang utama dari suatu iklan politik. 

6) Menampilkan anak di atas panggung kampanye parpol calon dalam bentuk hiburan. 

7) menggunakan anak untuk memakai dan memasang umbul-umbul partai politik atau foto calon. 

8) Menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktek politik uang atau bentuk Iainnya yang bisa dimaknai sebagai money politik oleh parpol alau calon. 

9) Mempersenjatai anak atau memberikan benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang Iain. 

10) Memaksa, membujuk atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, permungutan suara, atau perhitungan suara. 

11) Membawa bayi atau anak yang berusia di bawah 7 tahun ke arena kampanye terbuka yang membahayakan anak. 

12) Melakukan tindakan kekerasan atau yang dapat ditafsirkan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutn suara, atau penghitungan suara (seperti kepala anak digunduli, tubuh disemprot air atau cat). 

13) Melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orang orang tuanya atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya.

14) Memprovoknsi anak untuk memusuhi atau membenci calon atau parpol tertentu baik dalam dunia nyata maupun dalam dunia maya. 

15) melibatkan anak dalam sengketa hasil penghitungan suara.

 

Rekomendasi