Di Jenewa, KLHK Berkomitmen Indonesia untuk Bebas Merkuri

| 20 Nov 2018 09:56
Di Jenewa, KLHK Berkomitmen Indonesia untuk Bebas Merkuri
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jenewa (dok. Istimewa)
Jenewa, era.id - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ikut dalam pertemuan The Second Meeting of the Conference of the Parties to the Minamata Convention on Mercury (COP 2) di Jenewa, Swiss. Dalam pertemuan itu, KLHK menegaskan komitmen pemerintah dalam pengaturan merkuri terhadap kemanusiaan dan lingkungan hidup.

Pertemuan yang berlangsung sejak 19 hingga 23 November itu, akan merumuskan strategi lebih lanjut khususnya pada bidang pengelolaan dan penanganan merkuri secara global. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, menjelaskan bahwa kehadiran KLHK pada pertemuan COP2 Konvensi Minamata, akan menegaskan pada dunia internasional tentang capaian dan kebijakan nasional dalam pengurangan, serta target penghapusan merkuri.

"Kami menjajaki kerjasama bilateral/regional dalam peningkatan capacity building dan institutional development. Indonesia juga mengusulkan kerangka program sharing experience dan technical assisstance bagi negara-negara berkembang," kata Vivien dalam rilis media yang diterima era.id, Selasa (20/11/2018).

Pemerintah Indonesia sendiri hingga saat ini telah menyusun sejumlah rencana aksi nasional pengurangan dan penghapusan Merkuri pada tahun 2030. Selain itu juga telah membetuk komite penelitian dan pemantauan merkuri. Hal ini dilakukan untuk melindungi masyarakat dari dampak penggunaan merkuri melalui transfer teknologi pengolahan emas dan/atau alih mata pencaharian penambang PESK (Pertambangan Emas Skala Kecil).

Selain itu Indonesia mengusulkan skema pendekatan transformasi sosial, ekonomi dan lingkungan hidup yang berSinergi dengan seluruh pemangku kepentingan. Di mana diharapkan dapat mensukseskan target pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia maupun secara global.

"Hal ini merupakan kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk menjadi bagian dari upaya internasional dalam menjadikan merkuri sebagai sejarah masa lalu (Make Mercury History)," tegas Vivien.

Negara-negara yang menandatangani dan mengesahkan konvensi Minamata, termasuk Indonesia, telah sepakat untuk merapatkan barisan mengatur strategi dalam menangani permasalahan akibat merkuri dalam seluruh daur hidupnya. 

Hingga pertengahan tahun 2018 setidaknya 101 negara telah meratifikasi (mengesahkan) Konvensi ini. Konvensi Minamata melarang adanya pertambangan primer merkuri, mengatur perdagangan merkuri, membatasi hingga menghapuskan penggunaan merkuri, mengendalikan emisi dan lepasan merkuri serta mendorong pengelolaan limbah mengandung merkuri yang ramah lingkungan.

Organisasi PBB di bidang lingkungan Hidup, UN Environment, menyatakan bahwa setiap tahun setidaknya 9.000 ton merkuri lepas ke atmosfer, air maupun tanah. Dalam kehidupan sehari-hari, merkuri banyak ditemukan dalam alat kesehatan (termometer), amalgam gigi, baterai,  kosmetik, lampu fluorescent, dan lain lain. 

Namun sumber emisi dan lepasan merkuri terbesar berasal dari kegiatan Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), diikuti dengan pembangkit listrik berbahan bakar batubara, produksi non-ferrous metal serta proses produksi semen.

Rekomendasi