Komnas Perempuan telah mendorong percepatan pembahasan dan pengesahan RUU P-KS guna memutus mata rantai kekerasan seksual terhadap perempuan dan mendukung pemulihan korban.
"Namun Panja Komisi 8 RUU P-KS DPR RI terkesan memperlambat pembahasan dan pengesahan di DPR," kata Komisioner Komnas Perempuan Azriana di Jakarta, dikutip dari Antara, Sabtu (24/11/2018).
Ia mengatakan kekosongan aturan khusus mengenai perlindungan masyarakat, khususnya perempuan, dari kekerasan seksual membuat penyelesaian hukum kasus kekerasan seksual hanya bergantung pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Proses hukum yang bergantung pada KUHP dan KUHAP, menurut dia, masih mendiskualifikasi pengalaman perempuan korban sehingga membuat korban rentan dipojokkan, hak-hak mereka menjadi terabaikan, dan akses mereka pada keadilan menjadi terbatas.
Komnas Perempuan mengamati perkembangan tren kekerasan seksual, dan menilai kasus-kasus kekerasan seksual di institusi pendidikan belum ditangani sebagaimana mestinya. Kasus yang dialami mahasiswi UGM misalnya, menurut Komnas, tidak ditangani sebagai pelanggaran berat di kalangan civitas akademika.
Komnas Perempuan meminta DPR segera membahas dan mengesahkan RUU P-KS tanpa mengabaikan hal prinsip terkait pencegahan, hukum acara pembuktian, pemulihan dan perlindungan hak korban.