Dua bulan masa kampanye telah berjalan, Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa menganggap masa kampanye sampai saat ini masih didominasi oleh sensasi dibandingkan substasi kampanye itu sendiri.
"Yang muncul kan bukan gagasan ke depan, tapi isu Ratna Sarumpaet, sontoloyo, genderuwo, yang belum bisa menjawab kira-kira program ke depan dan tantangan yang akan dihadapi seperti apa," kata Ardian di Kantor LSI Denny JA, Rawamangun, Selasa (27/11/2018).
Jokowi, yang merupakan capres petahana, kata Ardian punya keunggulan kampanye dengan menyosialisasikan program kerjanya sebagai presiden empat tahun belakangan. Tinggal, lanjutnya, bagaimana mempertahankan suara pemilihnya agar tidak bergeser ke kubu lawan.
Lain hal dengan Prabowo Subianto, pihak penantang yang tidak pernah menjabat sebagai presiden. Ardian bilang, Prabowo memiliki tantangan ganda untuk memenangkan Pilpres 2019.
"Yang pertama memberikan alternatif program yang ada sekarang, yang kedua juga menjadi harapan baru, dalam artian apakah dia bisa mencitrakan bahwa ketika nanti memimpin itu bisa menjalankan hal ini atau tidak," kata dia.
Masalah kampanye sensasi yang menghilangkan substansi, Ardian bilang, itu merupakan cara kampanye Prabowo untuk menggaet suara pemilih.
Pasangan capres-cawapres dalam deklarasi kampanye damai. (Diah/era.id)
Dia menerangkan, Prabowo memang ingin menggiring stigma masyarakat bahwa pemerintahan Jokowi di periode sebelumnya adalah gagal.
"Penantang memang akan menang kalau masyarakat menganggap pemerintah ini adalah gagal. Itulah yang dilakukan prabowo, bagaimana menciptakan apa yang dikerjakan Pak Jokowi di mata masyarakat gagal, sehingga politic of fear itu yang dimainkan seperti ekonomi susah, dan isu Indonesia terancam bubar," ujarnya.
Namun, dalam masa kampanye yang berjalan dua bulan ini, Ardian menganggap efek kampanye Prabowo belum terlalu besar. Alasannya, paparan isu yang belum terlalu besar, dan kesukaan masyarakat terhadap isu yang dilontarkan Prabowo.
"Hasil survei kita, masyarakat tidak terlalu suka dalam hal kampanye negatif. masyarakat lebih butuh adu gagasan, apa tujuan ke depan dan program yang dicanangkan," lanjutnya.
Joko Widodo dan Prabowo Subianto (Foto: setkab.go.id)
Masa kampanye masih berlaku hingga 5 bulan ke depan dengan tanggal pencoblosan 17 April 2019. Elektabilitas kedua paslon ini pun masih mungkin berubah.
Ardian menilai, salah satu isu strategis yang bisa menaik-turunkan elektabilitas adalah isu ekonomi. Kata dia, baik buruknya ekonomi saat ini, sangat berpengaruh dengan dukungan yang akan diterima dengan capres.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil survei tentang elektabilitas kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di bulan November 2018.
Hasilnya, paslon Jokowi-Ma'ruf mendapat dukungan sebanyak 53,2 persen, Prabowo-Sandi mendapat dukungan 31,2 persen, lalu yang menjawab rahasia atau belum memutuskan sebesar 15,6 persen.
Survei ini menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error sebesar +/- 2,9 persen, dilakukan dengan wawancara tatap muka kepada 1.200 respoden seluruh Indonesia dalam rentang waktu 10-19 November