Tengok saja ketika Jokowi --sebagai seorang presiden-- datang ke pasar. Bukan cuma sekali atau dua kali. Datang untuk memastikan harga pangan tetap stabil, bukan meroket seperti isu yang dilempar Sandiaga.
Cawapres Sandiaga memang sempat melempar pernyataan ekonomi Indonesia yang sedang sulit. Bagi pengusaha tajir melintir ini, hidup orang-orang Indonesia sekarang ini makin susah lantaran harga-harga barang serba mahal. Yang paling fenomenal perumpamaan Sandiaga soal tempe --saking mahalnya-- kini dia ibaratkan produksinya harus diperkecil, sampai ada yang setipis kartu ATM.
Isu yang menggelinding bagai bola salju. Ada yang mencibir, sekelas Sandiaga, berapa kali sih dia pernah ke pasar. Atau dilawan juga dengan pernyataan kalau tempe yang ditemui Sandiaga memang kebetulan dijual dengan postur super tipis. Di abang penjual gorengan, sejatinya kita juga sering menemui tempe setipis ATM. Dia tebal karena dicampur dengan tepung. Dan itu bahkan sudah ada sejak zaman Presiden SBY.
Tapi tak sedikit juga yang mengamini pernyataan Sandiaga. Isu yang kencang bikin Jokowi memeriksa sendiri. Meski dia mengakui terus mendapat laporan, tapi soal cek ke lapangan, rasanya harus dilakukan.
"Tadi pagi jam 06.00 WIB, saya sudah masuk ke Pasar Anyar. Ngapain di pasar? Karena ada yang mengatakan, harga-harga naik," kata Jokowi, 4 November lalu.
Presiden Jokowi di pasar di Tangsel (Foto: Twitter Jokowi)
Di sana, Jokowi menemukan harga-harga pangan yang tergolong stabil. Misalnya telur ayam seharga Rp22 ribu per kilogram dan tempe seharga Rp5 ribu.
"Saya lihat tempenya gede-gede banget. Kalau dipotong-potong, jadi 15 potong. Kalau saya, ya mungkin makan tiga saja sudah enggak muat," seloroh Jokowi.
Untuk membuktikan isu harga sembako mahal, Jokowi sampai harus 3 kali mengunjungi pasar-pasar tradisional. Pasar di Jalan Roda, Bogor; Pasar Anyar Tangerang; dan Pasar Cihaurgeulis, Bandung.
Bagi Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Ahmad Rofiq, capresnya mau tak mau memang harus merespon isu yang kadung viral di masyarakat itu. Apabila isu-isu yang disampaikan oleh lawan politiknya tidak digubris, dampaknya akan berbahaya.
"TKN harus merespon. Sebab kalau tidak merespon dianggap itu bagian dari pembenaran. Tentu sangat berbahaya sekali," kata Rofiq kepada era.id.
Sandiaga di Pasar Projosari (Foto: Twitter pribadi)
Sekjen Partai Perindo itu mencontohkan bagaimana Presiden Jokowi harus menanggapi isu yang dilontarkan Sandiaga soal tempe setipis kartu ATM. Menurutnya sebuah kerja kampanye untuk memberikan informasi yang benar itu penting.
"Misalkan beliau megang tempe. Masyarakat itu memang dia tahu makannya tempe, harga kenaikan itu juga karena komoditi, tapi satu hal bahwa ilustrasi yang disampaikan oleh Sandi juga tidak sebombastis itu, maka Pak Jokowi merespon," ujarnya.
Rofiq menganggap strategi yang sedang diterapkan lawan politiknya ini berbahaya. Rofiq menuding yang mereka lakukan ini hanya untuk mengejar kepentingan kekuasaan semata.
"Itu bahayanya aksi mereka, mereka tidak menempatkan kepentingan bangsa ini ke depan. Justru yang diutamakan kepentingan kekuasaan," katanya.
Bagaimana cara Jokowi melawan?
Jokowi tak hanya sibuk harus menangkal isu-isu ekonomi. Beragam isu kampanye hitam juga menjadi hal yang harus dia hadapi. Isu 'basi' dirinya adalah anggota Partai Komunis Indonesia, bahkan sampai ada yang minta Jokowi untuk melakukan tes DNA.
Hal-hal semacam ini yang disebut juga dengan istilah firehose of falsehood, atau semprotan pemadam kebakaran kebohongan. Istilah tersebut untuk menggambarkan sebuah fenomena ketika kebohongan disemprotkan terus-menerus kepada publik.
Influencer Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Budiman Sudjatmiko mengakui untuk menangkis satu persatu kabar palsu atau hoaks, sangatlah tidak mungkin. Dirinya mengibaratkan bahwa serangan hoaks tersebut seperti tetes air hujan atau setiap tetes dari semprotan pemadam kebakaran yang tidak akan bisa ditangkis satu persatu tetes airnya.
"Mungkin enggak (kita tanggapi semua)? enggak mungkin. Kalau satu dua kebohongan bisa kita tangkis dengan fakta. Tapi ini kan berhubungan dengan orang banyak. Orang jadi spontan saja. Orang jadi basah kuyup semua. Kalau menangkis satu persatu tetes air kebohongan fitnah itu pasti akan habis waktu kita," katanya.
Menurut Budiman, daripada terus-terusan menghabiskan tenaga untuk menangkis isu-isu hoaks, lebih baik membongkar dan menjelaskan kepada publik soal siapa pembuat berita hoaks tersebut, tujuannya dibuat hoaks tersebut, dan menjelaskan cara kerjanya.
"Caranya bukan menangkisi satu persatu tetes air fitnah atau dusta itu tapi dengan cara memberikan baju itu tadi sehingga menjadi kebal. Dengan cara apa? ini loh sebenarnya bukan si calon ini membawa ketakutan itu, dia hanya difitnah. ini teknik fitnahnya, cara kerjanya seperti ini," jelas Budiman.