Sejumlah supir angkot hanya bisa pasrah menerima keputusan tersebut. “Iya saya tahu peraturan tersebut, angkot yang saya kendarai ini pasti terkena peremajaan. Mobil ini sudah dari tahun 2006,” kata Lemanik, supir angkot mikrolet 09 jurusan Tanah Abang-Kebayoran Lama kepada era.id, Rabu (27/12/2017).
Lemanik mengklaim, hampir 70 persen supir angkot di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan kendaraannya berusia di atas 10 tahun. Rata-rata angkot tersebut habis masa beroperasinya pada 31 Desember 2017.
“Kalau habis masa berlakunya, ya kita jual mobil ini. Paling hanya laku Rp35 juta-Rp50 juta, jatuh pasarannya,” jawab bapak lima anak itu.
Ditanya apakah akan mengganti kendaraannya tersebut dengan yang baru, Lemanik mengatakan enggan meremajakan kendaraannya tersebut karena harga mobil angkot yang semakin mahal. Kata Lemanik, harga satu unit mobil angkot kurang lebih Rp150 juta.
“Dulu (tahun 2006) saya beli cuma Rp100 juta. Misalkan mobil ini saya tukar tambah di dealer angkot daerah Tanah Abang. Udah nunggu 3 bulan baru angkot turun. Jadi, selama 3 bulan saya enggak ada penghasilan karena enggak narik. Belum lagi angsuran mahal, bisa Rp4 juta per bulan itu selama 5 tahun,” kata Lemanik.
Lemanik juga menanggapi maraknya kendaraan berbasis online saat ini. Hal itu membuat penghasilannya turun drastis, bahkan sampai setengahnya. Sebelum ada ojek online, penghasilannya bisa mencapai Rp300-400 ribu.
"Sekarang cuman Rp200 ribu per hari. Itu juga belum dipotong bensin Rp100 ribu. Sekarang per hari saya cuma bawa uang Rp50 ribu sampai Rp100 ribu ke rumah. Cukup untuk makan sehari-hari, tapi enggak bisa nabung,” tambah Lemanik.
Namun, masih ada saja masyarakat yang memilih naik angkutan umum. Mereka beralasan, lebih nyaman naik angkot, atau tidak tahu cara menggunakan aplikasi kendaraan berbasis online.
Wiwit (36), ibu rumah tangga yang ditemui era.id hari ini, mengatakan sudah terbiasa naik angkutan umum karena akses rumahnya cukup dekat dengan jalan raya.
“Sudah biasa naik angkot, dari pasar Kebayoran Lama menuju rumah saya cukup dekat jadi naik angkot cukup mudah tidak perlu pesan lewat aplikasi. Lagipula dari pasar saya suka bawa belanjaan banyak jadi repot kalau naik ojek online,” ungkap Wiwiet.
Sementara Sukmini (51), pengguna angkot lainnya, mengaku tidak bisa menggunakan aplikasi kendaraan berbasis online sehingga lebih memilih naik angkot.
“Saya tidak bisa pakai aplikasi ojek online. Daripada saya repot lebih baik saya naik angkot. Lagipula kita memberi rezeki juga kepada supir angkot, kasihan kalau semua naik ojek online nanti siapa yang naik angkot,” kata Sukmini.
Diketahui, surat peringatan dari Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta membatasi kendaraan umum berusia di atas 10 tahun untuk beroperasi hingga 31 Desember 2018. Edaran itu ditandatangani langsung oleh Kadishub DKI, Andri Yansyah, Minggu (24/12/2017).
Kebijakan penghentian operasional angkutan umum dengan usia tua itu sesuai dengan amanat Pergub Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi. Angkutan umum berusia di atas 10 tahun tidak diizinkan beroperasi, antara lain karena masalah polusi dan kekuatan kendaraan.
Berdasarkan Permenhub nomor 29 tahun 2015, standar pelayanan minimum untuk angkutan umum harus minimal memiliki pendingin (AC). Permenhub ini akan diberlakukan mulai Februari 2018 mendatang. Angkutan berusia lebih 10 tahun dalam kondisi yang tidak layak akan ditindak dengan pengandangan.